REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Menko Kesra, Agung Laksono, menyatakan bersyukur atas diakuinya tari saman sebagai warisan takbenda UNESCO. Ia menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berjuang untuk meneliti di lapangan, kemudian menyusun berkas, serta mendukung dan memperjuangkan nominasi Saman sampai disidangkan di Bali.
Menko Kesra mengingatkan upaya pelestarian Saman tidak berakhir dengan penerimaan piagam yang ditandatangani Direktur Jenderal UNESCO. "Ini merupakan awal pelaksanaan Rencana Tindakan untuk melindungi dan mengembangkan warisan budaya Saman oleh semua pemangku kepentingan," katanya.
Sesuai Konvensi 2003 UNESCO, Pasal 2, Ayat 1 disebutkan bahwa warisan budaya takbenda meliputi segala praktek, representasi, ekspresi, pengetahuan, keterampilan serta alat-alat, benda (alamiah), artefak dan ruang-ruang budaya terkait dengannya yang diakui oleh berbagai komuniti, kelompok, dan dalam hal tertentu perseorangan sebagai bagian warisan budaya mereka.
Warisan Budaya Takbenda dikenal lebih akrab sebagai "warisan budaya hidup". Bandingannya adalah situs alam dan situs budaya, yang dikenal sebagai warisan benda.
Organisasi Perserikatan Bangsa-bangsa untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan (UNESCO) telah mengadopsi Konvensi tentang Pelindungan Warisan Budaya Takbenda pada Sesi ke-32 Konperensi Umum-nya di Paris, pada 17 Oktober 2003.
Konvensi 2003 mulai beroperasi sejak April 2006 yang bertujuan meningkatkan visibilitas atau kesadaran umum, mendorong penghormatan dan pelindungan beraneka ragam warisan budaya takbenda atau budaya hidup melalui kerja sama antara pemerintah dan komunitas pada tingkat nasional, sub-regional, regional maupun internasional. Sampai saat ini, Konvensi telah diratifikasi oleh 137 negara pihak.
Indonesia menjadi Negara Pihak ke-83 Konvensi 2003 pada 15 Januari 2008, melalui Peraturan Presiden No. 78 bulan Juli 2007.
Sejak itu, Indonesia berpartisipasi secara aktif bahkan Indonesia dijadikan anggota Komite Antar-Pemerintah beranggota 24 Negara, dengan masa bakti 4 tahun, pada Sidang Umum para Negara Pihak di Paris, Juni 2010.
Bali akan tercatat dalam sejarah sebagai tuan rumah terbaru dalam serangkaian sidang biasa dan luar biasa Komite Antar-Pemerintah Konvensi 2003, mulai dari Algiers (2006), Chengdu (2007), Tokyo (2007), Sofia (2008), UNESCO Paris (2008), Istanbul (2008), Abu Dhabi (2009) dan Nairobi (2010).
Pertemuan tahun ini akan berlangsung dengan sesi-sesi penuh selama 7 hari, dan merupakan yang terpanjang dalam sejarah Konvensi, dengan 27 mata agenda untuk diperdebatkan dan diputuskan.