Kamis 03 Nov 2011 08:22 WIB

Duh... 5-10 Tahun Lagi Generasi Muda Bogor tak Bisa Berbahasa Sunda

Rep: M Akbar Widjaya/ Red: Djibril Muhammad

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR – Antara 5-10 tahun mendatang, generasi muda Bogor diperkirakan tak bisa lagu berbahasa Sunda Lulugu (Bahasa Sunda sehari-hari Bogor). Ini lantaran generasi muda sekarang banyak yang tidak membiasakan berbahasa Sunda dalam kehidupan sehari-hari.

"Bahasa Sunda di Bogor akan hilang dari generasi muda antara 5 sampai 10 tahun mendatang," kata Budayawan Sunda Bogor Eman Sulaeman kepada Republika, Kamis (3/11).

Berdasarkan hasil pengalamannya mengunjungi berbagai perkampungan di kota dan desa Bogor, Eman mengatakan generasi muda lebih gemar berbahasa Indonesia. Sayangnya, Bahasa Indonesia yang mereka gunakan juga bukan Bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Hilangnya kebiasaan berbahasa Sunda di kalangan generasi muda Bogor tidak terlepas dari peran orang tua. Menurut Eman, banyak para orang tua yang tidak lagi membiasakan berbahasa Sunda kepada anak-anaknya.

Selain itu, pengaruh budaya asing yang masuk melalui televisi dan internet turut berperan mengikis kebiasaan berbahasa Sunda. Eman menyatakan, pengaruh budaya asing telah membangun paradigma baru yang mengesankan bahasa daerah sebagai bahasa tertinggal.

Di saat bersamaan muncul kekeliruan yang menganggap kebiasaan berbahasa daerah merupakan cermin sikap primordial. Padahal, terang Eman, kebiasaan menggunakan bahasa daerah justru meningkatkan karakter dan indentitas kebangsaan. "Terdapat korelasi besar antara bahasa daerah dan rasa nasionalisme," katanya menegaskan.

Melalui Republika, Eman juga mengkritisi kurikulum pelajaran bahasa Sunda di sekolah-sekolah Bogor. Menurutnya materi kurikulum pendidikan bahasa Sunda di sekolah Bogor yang mengacu pada bahasa Sunda Periangan tidak sesuai dengan realitas keseharian masyarakat Bogor.

Dikatakan Eman, Bahasa Sunda masyarakat Bogor lebih condong ke bahasa Sunda lulugu (keseharian). Ketidaksesuaian ini, menurutnya membuat bahasa Sunda hanya dijadikan tuntutan keilmuan. Namun tidak pernah teraplikasi dalam kehidupan sehari-hari.

Kondisi ini diperparah dengan waktu belajar yang tidak maksimal. Para siswa hanya mendapat materi pelajaran bahasa Sunda seminggu sekali dengan waktu belajar 2X60 menit.

Emang menjelaskan, bahasa sebagai produk kebudayaan harus menjadi fokus pendidikan. Hal ini sebagaimana yang terjadi di negara-negara maju seperti Jerman, Belanda, dan jepang. "Di sana bahasa menjadi pendidikan utama yang diajarakan kepada siswa-siswa sekolah," ungkapnya.

Usaha membumikan kembali bahasa Sunda lulugu di Bogor dapat dimulai dari sekolah-sekolah dan dinas pemerintahan. Caranya, contoh Eman, dengan mencanangkan hari berbahasa Sunda minimal seminggu sekali. Hal ini sebagaimana yang terjadi di Yogyakarta.

Di mana Bahasa Jawa seolah menjadi bahasa wajib yang dibiasakan para pegawai swasta dan pegawai dalam negeri. "Orang yang tidak pernah mengenal budaya dan sejarahnya ibarat bayi baru lahir yang tidak mengerti apa-apa," tutup Eman.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement