Selasa 10 May 2011 12:38 WIB

Karyawan Apple Ungkap Rahasia 'Sihir' Steve Jobs, Tertarik Melamar?

Steve Jobs
Foto: AP PHOTO
Steve Jobs

REPUBLIKA.CO.ID, Mengungkap bagaimana Steve Jobs menahkodai Apple seperti membuka rahasia dibalik 'magician tricks' atau 'trik pesulap'. Beberapa 'asisten' pesulap di perusahaan itu pun baru-baru ini melanggar sumpah untuk tutup mulut.

Dalam ficer panjang berjudul "Inside Apple", redaktur Majalah Fortune, Adam Lashinsky, melukiskan gambaran jelas seperti apa bekerja di Apple. Artikel itu ia tulis berdasar puluhan wawancara dengan karyawan maupun mantan pekerja di perusahaan tersebut. Singkatnya: bekerja di Apple sangat mirip seperti bekerja untuk  raksasa dengan toleransi rendah terhadap ketidaksempurnaan.

Ambil contoh, peluncuran layanan web MobileMe milik Apple pada 2008 yang dipenuhi dengan bug dan insiden memalukan berupa pemadaman email ribuan pelanggan. Produk yang dirilis itu berkualitas sangat rendah sehingga para kritikus melabeli dengan "MobilMess' 

Jobs, menurut Fortune, tidak menganggap enteng hal itu

"Bisakah seseorang memberi tahu saya apa yang seharusnya dilakukan MobileMe?" tanya Jobs berulang kali kepada tim MobileMe setelah peluncuran yang serba tergagap-gagap. Ketika ia menerima jawaban, ia meneruskan ucapannya ditambah dengan sumpah serapah "Lalu mengapa ia tidak bisa melakukan itu."

Jobs tidak berhenti sampai di sana.

"Kalian telah mencoreng reputasi Apple," ujarnya dan ia dilaporkanmengatakan itu berulang kali pada tim MobileMe. "Kalian seharusnya membenci satu sama lain karena telah menjatuhkan satu sama lain."

Segera, Jobs menunjuk nama eksekutif baru untuk menjalankan MobileMe. Tak lama setelah rapat, tim dibubarkan dan sebagian besar anggota digusur keluar.

Dalam mengoperasikan perusahaan, CEO Apple yang penuh energi serta gampang berubah temperamen itu dikenal seperti diktator kejam. Terutama menyangkut urusan kerahasiaan, kebijakannya bahkan bisa disandingkan dengan CIA.

Fortune, lewat ficer tersebut telah melakukan tugasnya dengan baik dalam menyingkap budaya perusahaan di Apple, yang baru-baru ini menyalip posisi Google menjadi perusahaan paling berharga di dunia.

Tulisan ambisius sebelumnya yang menganalisa budaya Apple dibuat oleh mantan wartawan majalah IT dan sains terkemuka, Wired, Leander Kahney. Kisah itu menjadi cerita sampul pada 2008, berjudul “How Apple Got Everything Right by Doing Everything Wrong.”

Untuk memahat tulisannya, Kahney mewawancara beberapa mantan pegawai, termasuk Guy Kawasaki, yang menggambarkan Jobs sebagai manajer yang berhasil membuktikan “it’s OK to be an as**ole.”

Kahney juga memaparkan mengapa budaya Apple mengenai kerahasiaan juga baik untuk perusahaan. "Pendekatan itu sangat krusial bagi sukses perusahaan, membuat Apple mampu menyerang dengan produk baru dan meraup pasar sebelum pesaing bangun dan tersadar. Perlu diketahui Apple butuh tiga tahun untuk mengembangkan iPhone secara rahasia, itu, itu berarti mereka telah maju tiga tahun dalam persaingan.

Menambah detail terhadap gambaran Apple, Fortune menawarkan gigitan yang cukup menarik, yakni tentang grup elit dalam perusahaan dikenal sebagai Top 100. Jobs selalu mengumpulkan individu perkecualian ini untuk menghadiri rapat rahasia selama tiga hari, juga di tempat yang tak diketahui, tentu selain Jobs dan 100 orang tadi.

Mengingat rapat itu begitu penting, anggota Top 100 diberitahu untuk tidak menandai agenda mereka dan bahkan mereka pun tidak diizinkan untuk berkendara sendiri menuju lokasi.

Selama rapat bersama Top 100, Jobs dan petingginya, "menginformasikan kepada grup paling berpengaruh itu tentang haluan yang akan dituju Apple," demikian tulis Lashinsky. Di sini, beberapa anggota Top 100 mendapat kesempatan tampil untuk mempresentasikan strategi atau produk yang memberi tanda 'masa depan' perusahaan. Menurut salah satu pekerja, Jobs pertama kali menunjukkan iPod kepada karyawan yakni pada pertemuan Top 100.

Diluar tatap muka dramatis dengan Top 100, Jobs juga melakukan pertemuan dengan para eksekutif setiap Senin untuk mendiskusikan proyek penting. Lalu, tulis Fortune, pada Rabu, ia menggelar rapat dengan divisi pemasaran dan komunikasi.

Tak ada dalih atau permakluman bagi pekerja untuk bingung setelah rapat usai. Sebuah rapat efektif Apple pasti akan menyertakan 'daftar aksi' dan di samping item-item aksi tersebut, terdapat 'DRI'.

Itu adalah directly responsible individual atau Individu yang bertanggung jawab langsung, alias siapa-siapa yang bertugas memastikan pekerjaan telah diselesaikan dengan baik dan benar, jadi tak ada lagi celah untuk mengelak.

Sementara untuk para petinggi seperti wakil presiden (VP), Jobs, dilaporkan, memberi pidato yang sama kepada mereka. Pada dasarnya, ketika anda adalah karyawan di tingkat manajerial, tidak ada alasan untuk mengacau di Apple.

"Bila anda adalah tukang bersih kakus," ujar Jobs--yang dilaporkan menyatakan itu berulang kali--kepada VP-nya, "alasan atau dalih itu penting". Ia melanjutkan, "Di suatu tempat antara janitor dan CEO, dalih berhenti dan tak lagi penting."

Mungkin bagian paling seru dari artikel itu adalah ulasan sebuah program bernama Apple University.

Sebelum cuti kedua karena alasan kesehatan tiga tahun lalu, Jobs menggaji dekan Fakultas Manajemen, Universitas Yale, Joel Podolny, untuk memimpin Apple University. Podolny lalu mempekerjakan tim berisi guru besar ekonomi untuk menulis satu seri studi kasus internal mengenai keputusan paling berpengaruh dalam sejarah terkini Apple.

Apa tujuannya? Demi memastikan bahwa Apple tetap menjadi Apple pada waktunya nanti Jobs meninggalkan perusahaan. Maklum, para investor dan pengamat teknologi berdebat selama bertahun-tahun mengenai apakah Apple dapat terus sukses tanpa pemimpin yang visioner, yang telah membentuk perusahaan pada hari pertama berdiri?

Itu tetap menjadi pertanyaan terbuka. Namun Apple University sepertinya dibuat untuk mempersiapkan hari ketika pertunjukkan harus terus berjalan tanpa kehadiran sang pesulap.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement