REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar media sosial sekaligus founder Drone Emprit, Ismail Fahmi, mendorong pemerintah membentuk program khusus untuk menangani kecanduan gawai di kalangan remaja. la menilai literasi digital atau imbauan semata tidak cukup untuk mengubah pola penggunaan media sosial yang cenderung konsumtif dan pasif di kalangan Gen Z.
"Kalau mereka mengakses tanpa tujuan, enggak ada pembatasan, akhirnya mereka hanya scroll-scroll enggak bisa ditahan. Algoritma ini akan menarik terus. Jadi memang harus ada program khusus yang sangat kuat untuk men-direct Gen Z agar bisa bijak menggunakan media sosial," kata Ismail saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (3/10/2025).
Pernyataan ini disampaikan menanggapi data yang diungkap Menteri Kependudukandan Pembangunan Keluarga/Kepala BKKBN, Wihaji. Dari total 68 juta remaja Indonesia berusia 10-24 tahun, sebanyak 34 persen mengalami kecanduan gawai yang menyebabkan rasa kesepian. Selain itu, satu dari empat remaja mengalami stres, yang berdampak pada kesehatan mental akibat penggunaan gawai yang mendominasi kegiatan sehari-hari.
Program khusus yang menurut Ismail bisa diterapkan misalnya dengan meniru model Douyin di China yaitu versi TikTok untuk anak-anak di bawah 16 tahun banyak diisi konten pendidikan. Jika tidak memungkinkan, pemerintah dapat memulai dengan memberikan insentif kepada para kreator yang memproduksi konten edukatif.
"Untuk di Indonesia mungkin pemerintah bisa dengan kasih insentif ke orang-orang yang bikin konten edukasi, seperti tutorial fisika, kimia, matematika, dan lain-lain," kata dia.
Menurut Ismail, tanpa adanya insentif atau apresiasi yang memadai terhadap konten edukatif, para kreator cenderung akan memilih membuat konten yang lebih mudah dan cepat viral. "Kalau konten yang bagus nggak diapresiasi, motivasi anak-anak untuk bikin jadi turun. Habit itu butuh dua hal yaitu motivasi dan kemudahan. Bisa nggak mereka bikin konten yang positif dengan mudah, dan bisa nggak itu diapresiasi?" ujar Ismail.
Lebih lanjut, ia memperingatkan dampak serius jika kebijakan khusus untuk menangani kecanduan gawai tidak segera diterapkan dalam waktu satu hingga lima tahun ke depan. Menurut dia, media sosial dapat memicu kecanduan layaknya zat adiktif yang berbahaya bagi perkembangan anak dan remaja.
"Media sosial itu kan kayak dopamin, seperti narkoba. Begitu anak-anak kecanduan, susah lepas," kata dia.
la juga menyoroti dominasi platform asing seperti TikTok yang menurutnya kini berada di bawah kepemilikan perusahaan Amerika Serikat, dengan keterlibatan pihak lain seperti Israel. Dengan begitu, platform media sosial seperti TikTok tidak akan sepenuhnya memberi konten positif.
"Jangan berharap TikTok itu memberikan sesuatu yang niatnya positif saja kepada pengguna kita. Jadi saya kira harus segera ada kebijakan khusus ya, jangan biarkan masa depan emas malah jadi masa depannya cemas," ujar Ismail.
View this post on Instagram