Selasa 05 Aug 2025 13:33 WIB

Peraturan Kuota Internet Hangus Dinilai Rugikan Konsumen, Ini Saran untuk Pemerintah dan Operator

Kebijakan kuota hangus disarankan diubah menjadi CSR.

Kuota internet hangus (ilustrasi).
Foto: Republika
Kuota internet hangus (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kelompok Pengguna Telekomunikasi Indonesia (IDTUG) hari ini secara resmi mendesak Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Kementerian Keuangan, dan seluruh operator telekomunikasi segera mengimplementasikan solusi inovatif terhadap polemik "kuota internet hangus" yang telah lama menjadi sumber kegelisahan publik. Chairman IDTUG, Nurul Y Setyabudi, mengusulkan sisa kuota internet yang tidak terpakai dan kemudian kedaluwarsa, yang diperkirakan mencapai kerugian fantastis hingga Rp63 triliun per tahun bagi konsumen, dapat diubah menjadi inisiatif tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) yang diakui sebagai pengurang Pajak Penghasilan (PPh) bruto.

"Fenomena kuota hangus adalah cerminan ketidakseimbangan yang merugikan konsumen. Miliaran gigabyte data yang telah dibayar oleh masyarakat lenyap begitu saja tanpa manfaat, menjadi 'limbah digital' di tengah tingginya kebutuhan akses internet di berbagai pelosok negeri," ujar Nurul dalam keterangannya di Jakarta, Senin (4/7/2025).

Nurul kebijakan penghapusan isu kuota internet hangus memberikan keadilan bagi pengguna telekomunikasi. "Kami melihat ini bukan hanya masalah teknis, melainkan isu transparansi dan keadilan yang mendalam bagi jutaan pengguna telekomunikasi di Indonesia," kata dia.

Selain itu, menurut Nurul, dengan mengubah kerugian menjadi hal yang bermanfaat secara sosial menjadi jalan win win solutions. IDTUG meyakini gagasan ini dapat menjadi solusi win-win yang transformatif bagi semua pihak. "Bagi konsumen, Inisiatif ini akan mengubah kerugian yang dirasakan menjadi kontribusi sosial yang nyata. Pelanggan akan merasa bahwa sisa kuota mereka tidak sia-sia, melainkan disalurkan untuk tujuan mulia, yang pada gilirannya akan meningkatkan kepercayaan dan loyalitas terhadap operator," kata Nurul.

Sementara bagi operator telekomunikasi, langkah ini menurut Nurul menjadi kesempatan emas untuk meningkatkan citra perusahaan dan menunjukkan kepedulian sosial yang kuat. Lebih dari itu, operator akan mendapatkan insentif finansial melalui pengurangan Pajak Penghasilan bruto, menjadikan inisiatif CSR lebih menarik dan berkelanjutan bagi bisnis. "Ini juga merupakan langkah proaktif untuk mencegah potensi regulasi yang lebih ketat di masa depan terkait kuota hangus," kata dia.

Sedangkan untuk pemerintah, langkah tersebut menunjukkan responsivitas pemerintah terhadap keluhan publik yang meluas. Dengan mengubah "masalah kuota hangus" menjadi "sumbangan digital", pemerintah dapat mempercepat inklusi digital dan pemerataan akses internet. "Terutama di daerah terpencil dan kurang terlayani, tanpa hanya bergantung pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)," ucap dia.

Mekanisme dan Tantangan Implementasi

Konsep "sumbangan digital" ini dapat diwujudkan dengan menyalurkan kuota yang hangus ke sekolah-sekolah di daerah terpencil, pusat-pusat belajar masyarakat, perpustakaan desa, atau program literasi digital bagi kelompok rentan. Praktik serupa telah berhasil diimplementasikan oleh operator seperti XL Axiata di Indonesia dengan program "Gerakan Donasi Kuota" dan Optus di Australia dengan "Donate Your Data".

Meski begitu, IDTUG menyadari adanya tantangan dalam implementasi. Contohnya valuasi aset digital di mana diperlukan metodologi yang jelas dan terstandardisasi untuk menilai kuota internet yang didonasikan untuk tujuan pajak, mengingat sifatnya yang tidak berwujud.

Kedua, kata dia, kerangka hukum dan akuntansi. Perluasan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang ada (misalnya, PMK No. 254/PMK.03/2010 dan PMK No. 90/PMK.03/2020) untuk secara eksplisit mengakomodasi "sumbangan digital" sebagai pengurang penghasilan bruto, serta panduan akuntansi yang jelas dari Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK IAI).

"Selanjutnya kelayakan teknis dan privasi. Memastikan mekanisme realokasi data yang efisien dan aman, serta mendapatkan persetujuan eksplisit dari konsumen untuk penggunaan kembali data mereka, sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP)," ucap dia.

Terakhir adalah transparansi dan akuntabilitas. "Membangun sistem pelaporan yang transparan dan dapat diaudit untuk melacak volume kuota yang didonasikan dan penyalurannya kepada penerima manfaat."

Karena itu, menurut dia, diperlukan kolabirasi untuk ekosistem digital yang adil. IDTUG merekomendasikan langkah-langkah konkret. Pertama pengembangan keragka kebijakan. Pemerintah, kata dia, harus segera merumuskan regulasi yang secara eksplisit mendefinisikan "sumbangan digital" dan menetapkan metodologi valuasi yang terstandardisasi untuk tujuan pajak.

"Langkah kedua adalah pembentukan Komisi CSR Digital Nasional. (Tujuannya) untuk mengoordinasikan dan mengawasi seluruh inisiatif donasi digital, memastikan akuntabilitas dan dampak maksimal," ucap dia.

Rekomendasi lainnya adalah kolaborasi lintas sektor. Dengan mendorong dialog konstruktif antara Komdigi, Kementerian Keuangan, operator telekomunikasi, dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat untuk merancang kerangka kebijakan yang layak secara teknis, finansial, dan sosial.

"Pemanfaatan instrumen regulasi dengan mengadaptasi PMK yang relevan untuk secara eksplisit memasukkan "sumbangan digital" sebagai biaya yang dapat dikurangkan. Selain itu diperlukan pula peningkatan literasi konsumen. Caranya dengan meluncurkan kampanye nasional untuk mengedukasi konsumen tentang ketentuan paket data, pemantauan penggunaan, dan opsi donasi data.

"Transformasi 'kuota hangus' menjadi 'sumbangan digital' adalah peluang signifikan bagi Indonesia untuk mengatasi kesenjangan digital dan memperkuat tanggung jawab sosial perusahaan," tegas Febri, Pakar CSR dari Madani Institute yang ikut menyumbangkan pokok pikiran mengenai CSR Digital untuk kuota hangus. 

"IDTUG siap berkolaborasi dengan semua pemangku kepentingan untuk mewujudkan ekosistem telekomunikasi yang lebih adil, bermanfaat, dan inklusif bagi seluruh rakyat Indonesia", demikian ditambahkan oleh Dr. M Jumadi, Sekjen IDTUG. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement