Rabu 16 Jul 2025 11:04 WIB

Angka Kematian Ibu di Indonesia Dinilai Masih Jauh dari Target Global

Target angka kematian ibu (AKI) dalam RPJMN 2024 adalah 183.

Ibu baru melahirkan (ilustrasi). Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia dinilai masih jauh dari target global SDGs.
Foto: Prayogi/Republika.
Ibu baru melahirkan (ilustrasi). Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia dinilai masih jauh dari target global SDGs.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kesehatan ibu yang mencakup periode krusial selama kehamilan, persalinan, hingga masa nifas, merupakan pilar utama dalam kesehatan reproduksi perempuan. Ketiga fase ini bukan hanya sekadar tahapan biologis, melainkan sebuah perjalanan kompleks yang menuntut perhatian holistik, baik dari sisi medis, psikologis, maupun sosial. 

Meski Indonesia telah menunjukkan kemajuan dalam menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) dalam satu dekade terakhir, namun posisi negara ini masih jauh tertinggal dibandingkan dengan negara-negara tetangga di ASEAN. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), AKI di Indonesia menurun dari 346 pada 2010 menjadi 189

Baca Juga

per 100 ribu kelahiran hidup pada 2020 (turun 45 persen dalam satu dekade). Namun menurut laporan WHO, angka tersebut masih tergolong tinggi dibandingkan negara-negara ASEAN seperti Malaysia (21), Thailand (29), dan Singapura (7). Sejalan dengan AKI, AKB di Indonesia juga mengalami penurunan, merujuk dari BPS 2023, dari 26 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2010 menjadi 16,85

per 1.000 kelahiran hidup pada 2020.

Urgensi penurunan AKI ini kembali digarisbawahi oleh Program Manager Expanding Saving Lives at Birth (ESLAB) dari Yayasan Project HOPE, dr Tutut Purwanti. “Target AKI dalam RPJMN 2024 adalah 183, namun hingga semester I 2024, tercatat 4.151 kematian ibu secara nacional, rata-rata 691 kasus per bulan, setara dengan satu rangkaian gerbong penuh

penumpang kereta cepat Whoosh. Capaian ini masih jauh dari target global SDGs, yakni kurang dari 70 per 100 ribu kelahiran hidup pada 2030,” ujar dr Tutut dalam pembukaan acara Diseminasi Hasil Evaluasi Akhir ESLAB di Jakarta, dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id pada Rabu (16/7/2025).

Kondisi ini menekankan bahwa diperlukan pendekatan yang lebih inovatif dan sinergis dari berbagai pihak untuk mempercepat laju penurunan AKI dan AKB di Indonesia. Menjawab tantangan tersebut, Yayasan Project HOPE (YPH) bersama Project HOPE US meluncurkan dan mengimplementasikan Program ESLAB sejak 2022. Inisiatif ini berfokus di empat kabupaten prioritas yakni Indramayu, Grobogan, Sumedang, dan Sampang, dengan dukungan finansial dari Johnson & Johnson Foundation yang disalurkan melalui Give2Asia.

Perwakilan Yayasan Project HOPE Indonesia menegaskan ESLAB bukan sekadar proyek, melainkan gerakan peningkatan kualitas layanan yang menempatkan ibu dan bayi sebagai pusat perhatian. Visi ini didasari keyakinan bahwa transformasi sistem kesehatan nasional dapat dimulai dari penguatan kapasitas di tingkat lokal dan sentuhan empati yang mendalam dari komunitas.

Pendekatan holistik ESLAB meliputi penguatan kapasitas tenaga kesehatan dan pemberdayaan komunitas, yang hingga kini telah menjangkau lebih dari 6.600 tenaga kesehatan, termasuk dokter, perawat, bidan, dan kader. Program ESLAB diwujudkan melalui lima strategi utama yang saling melengkapi. Strategi ini mencakup pelatihan berkala dan intensif bagi tenaga kesehatan dan kader untuk meningkatkan kemampuan deteksi dini komplikasi, penanganan kegawatdaruratan, dan perawatan neonatal berisiko tinggi.

Selain itu, ESLAB juga memastikan adanya pendampingan klinis pascapelatihan oleh dokter spesialis kandungan dan anak, yang berfungsi untuk memperkuat keterampilan lapangan secara berkelanjutan. Dukungan peralatan medis yang sesuai standar nasional juga disediakan untuk skrining dan penanganan emergensi.

Di tingkat komunitas, ESLAB mengintegrasikan kelompok dukungan sebaya dalam kelas ibu hamil, sebuah langkah krusial untuk memperkuat edukasi, solidaritas, dan dukungan emosional antaribu. Terakhir, model “One Client One Cadre” diadopsi, yang merupakan pendekatan pembimbingan personal yang juga mencakup dukungan psikososial selama kehamilan hingga pascapersalinan. Model ini menjadi fondasi penting dalam membangun kepercayaan dan dukungan yang berkelanjutan.

Country Advisor Myriad USA,Juanita Theodora, sebagai mitra penyalur dana, mengapresiasi upaya ini. “ESLAB adalah contoh bagaimana donasi bisa diterjemahkan menjadi intervensi yang relevan, berkelanjutan, dan dampaknya bisa dirasakan langsung oleh masyarakat,” kata dia.

Dampak positif dari implementasi ESLAB terlihat di lapangan. Di Indramayu, misalnya, perwakilan Dinas Kesehatan melaporkan bahwa angka rujukan emergensi mengalami penurunan signifikan karena kader di tingkat akar rumput kini memiliki kemampuan lebih baik dalam mengenali tanda bahaya sejak dini. “Perubahan ini tidak hanya berdampak pada kinerja individu, tetapi juga berpengaruh langsung terhadap kualitas layanan kesehatan ibu dan anak di wilayah kami. Rasa percaya diri para kader dan tenaga kesehatan menjadi fondasi kuat dalam memberikan pelayanan yang responsif dan tepat sasaran dan telah mengubah cara masyarakat memandang kehamilan sebagai proses yang harus dijaga bersama,” ujar perwakilan Dinas Kesehatan Indramayu.

Salah satu fokus dari program ESLAB adalah perhatian terhadap kesehatan mental ibu. Kehamilan dan tahun pertama pascamelahirkan adalah masa yang rentan secara fisik dan emosional bagi perempuan. WHO memperkirakan 10-20 persen perempuan mengalami gangguan kesehatan mental selama atau setelah kehamilan. Angka ini bahkan lebih tinggi di negara-negara dengan akses layanan terbatas seperti Indonesia. Tekanan emosional ini dapat meningkatkan risiko komplikasi bahkan kematian, serta berdampak negatif pada tumbuh kembang bayi, termasuk risiko bunuh diri dan gangguan keterikatan.

Menjawab tantangan ini, YPH melalui ESLAB mengembangkan inisiatif One Cadre One Client dan pelatihan Peer Support Group (PSG), khususnya di Kabupaten Sampang. Ibu Siti Rohmah, seorang Kader Desa Ombe di Kabupaten Sampang, membagikan pengalamannya setelah mengikuti pelatihan kepekaan psikososial yang dibekali oleh tim Ikatan Bidan Indonesia (IBI).

“Saya sekarang jadi lebih peduli dengan kondisi ibu hamil di desa saya, jadi merasa ingin tahu kondisi ibu hamil yang saya dampingi bahkan ketika belum kunjungan saya sering menghubungi mereka untuk menanyakan kondisinya,” kata dia.

Intervensi serupa juga telah diterapkan di Grobogan, Indramayu, dan Sumedang. Hingga saat ini, sebanyak 244 bidan dan 244 kader telah mendapatkan pelatihan intensif di keempat kabupaten tersebut. 

Melanjutkan komitmennya, mulai Juli 2025 ini, YPH akan mengimplementasikan program baru bertajuk HER Way (Healthy, informEd, and Resilient for every girl and woman) atau dalam bahasa Indonesia, SEKAR (SEhat, Kaya PengetAhuan, dan Resilien). Didukung oleh Kimberly-Clark Corporation, program ini secara spesifik ditujukan untuk memberdayakan remaja putri dan perempuan muda di Indonesia.

Tujuannya adalah untuk memastikan mereka dapat menjalani transisi hidup dengan percaya diri, memiliki pengetahuan yang memadai, dan akses terhadap layanan kesehatan berkualitas. Program SEKAR akan dijalankan di Kota Tangerang, Kabupaten Bandung, Sidoarjo, dan Banyuwangi, untuk mendukung kesehatan reproduksi dan kesejahteraan perempuan di Indonesia secara menyeluruh.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement