Senin 17 Mar 2025 11:07 WIB

Beli Uang Baru untuk Lebaran, Apa Hukumnya dalam Islam?

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan jika umat Islam ingin ‘menukar’ uang baru.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Qommarria Rostanti
Penjual uang baru (ilustrasi). Dalam penukaran uang baru, jika berbeda jumlah, padahal uang yang ditukar sama-sama rupiah, maka dianggap praktik riba dan haram hukumnya.
Foto: Antara/Muhammad Arif Pribadi
Penjual uang baru (ilustrasi). Dalam penukaran uang baru, jika berbeda jumlah, padahal uang yang ditukar sama-sama rupiah, maka dianggap praktik riba dan haram hukumnya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Menukar uang lama dengan uang pecahan kecil yang masih baru menjadi tradisi masyarakat Indonesia menjelang Lebaran. Tingginya minat terhadap penukaran uang baru memunculkan "ide bisnis" berupa jual beli uang uang baru. 

Bagaimana hukumnya membeli uang baru dalam Islam? Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI), Amirsyah Tambunan, mengatakan membeli atau menukar uang dengan jumlah yang sama tanpa ada biaya tambahan hukumnya diperbolehkan. Namun, yang menjadi masalah jika ada biaya jasa yang menyebabkan jumlah uang yang diterima tidak seimbang.

Baca Juga

Misalnya, seseorang ingin menukar uang rupiah pecahan kecil senilai Rp970 ribu, tetapi dikenakan biaya jasa sehingga harus membayar Rp1 juta. Menurut Amirsyah, praktik ini termasuk pada kategori riba.

“Menukar uang jelang Lebaran itu jika penukaran objeknya tidak ada pengurangan, maka hukumnya boleh. Namun jika berbeda jumlah, padahal uang yang ditukar sama-sama rupiah, maka dianggap praktik riba dan haram hukumnya,” kata Amirsyah saat dihubungi Republika.co.id pada Senin (17/3/2025).

Akan tetapi, jika yang ditukar adalah mata uang berbeda seperti dari dolar ke rupiah, maka boleh ada selisih nilai selama transaksi dilakukan secara tunai dan berdasarkan nilai tukar yang berlaku. Ini disebut juga sebagai sharf dan diperbolehkan dalam Islam, karena mata uang yang dipertukarkan bukan sejenis.

“Jika uang tidak sejenis, misalnya dari dolar ke rupiah itu hukumnya tidak apa-apa ada selisih karena salah satu komoditas yang satu alat pembayar,” kata Amirsyah.

Amirsyah mengatakan, memberi uang kepada anak dan sanak saudara saat Hari Raya Idul Fitri bisa menjadi sunah, karena termasuk dalam anjuran bersedekah dan membahagiakan sesama. Hal ini berdasarkan pada hadits Nabi Muhammad Saw yang menganjurkan memberi sedekah terbaik pada Hari Raya.

“Terbaik di sini bisa maknanya dari segi nominal, bisa juga dari segi fisik misalnya dengan uang baru untuk menyenangkan anak-anak dan orang yang menerimanya,” kata Amirsyah.

 

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement