REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Film dokumenter besutan sutradara Palestina dan Israel No Other Land berhasil meraih penghargaan Oscar untuk kategori Best Documentary Feature Film. Penghargaan bergengsi ini diberikan pada malam puncak Oscar 2025 yang digelar di Dolby Theatre Hollywood, California, pada Ahad (2/3/2025) waktu AS.
Film No Other Land menampilkan perjalanan Basel Adra, seorang aktivis Palestina, yang berusaha menyuarakan penderitaan komunitasnya di komunitas Masafer Yatta, Tepi Barat. Upayanya sempat diabaikan hingga ia berkolaborasi dengan Yuval Abraham, seorang jurnalis dan pembuat film asal Israel, yang membantu memperluas jangkauan cerita tersebut.
“Kami membuat film ini sebagai warga Palestina dan Israel karena suami kami lebih kuat jika bersama,” kata Abraham dalam pidato kemenangan di panggung Oscar, seperti dilansir laman AP, Senin (3/3/2025).
Abraham juga secara terbuka mengkritik Pemerintah Israel atas penghancuran brutal Gaza dan rakyatnya, serta mendesak Hamas untuk membebaskan seluruh sandera Israel. Dalam film tersebut, Abraham mendokumentasikan kehidupan masyarakat yang menghadapi ancaman penggusuran. Namun, ia juga menghadapi kritik dari beberapa warga Palestina yang menyoroti keistimewaannya sebagai warga negara Israel.
Basel Adra mengatakan ia tidak dapat meninggalkan Tepi Barat dan diperlakukan bak pelaku kriminal, sementara Abraham bisa datang dan pergi dengan bebas. “Saat saya melihat Basel, saya seperti melihat saudara saya, tapi kami tidak setara. Kami hidup di bawah rezim di mana saya bebas di bawah hukum sipil, sementara Basel tunduk pada hukum militer yang menghancurkan hidupnya,” kata Abraham di atas panggung.
Abraham juga menyebut kebijakan luar negeri Amerika Serikat di bawah Presiden Donald Trump sebagai salah satu faktor yang menghambat jalan menuju perdamaian antara Palestina dan Israel. Film ini banyak menggunakan rekaman kamera ponsel dari arsip pribadi Basel Adra, termasuk momen ketika tentara Israel merobohkan sekolah desa dan menyemen sumur-sumur air agar warga tidak bisa membangun kembali.
Puncak ketegangan dalam film terjadi saat Basel Adra merekam seorang tentara Israel menembak pria Palestina yang memprotes pembongkaran rumahnya. Pria tersebut akhirnya mengalami kelumpuhan dan ibunya terpaksa merawatnya dalam kondisi sulit di dalam gua.
Masafer Yatta sendiri adalah sebuah komunitas kecil di selatan Tepi Barat yang telah menjadi simbol perlawanan terhadap penggusuran dan pemindahan paksa warga Palestina oleh otoritas Israel. Israel telah menduduki Tepi Barat sejak kemenangannya dalam Perang Enam Hari pada tahun 1967. Upaya pembongkaran yang dilakukan Israel di Tepi Barat, yang dianggap Israel sebagai bangunan ilegal, sebagian besar bertujuan untuk membuka jalan bagi para pemukim Israel untuk pindah ke wilayah tersebut karena berbagai alasan, termasuk keyakinan agama dan peningkatan kualitas hidup.
Sementara itu, dalam pidato kemenangan Basel Adra mengungkapkan harapannya bagi generasi mendatang. “Sekitar dua bulan lalu, saya menjadi seorang ayah. Saya berharap putri saya tidak harus menjalani kehidupan seperti yang saya alami sekarang, di mana saya selalu takut dengan kekerasan, penggusuran rumah, dan pengusiran paksa,” kata Basel Adra.
Para pembuat film di balik proyek ini adalah Basel Adra, Rachel Szor seorang sinematografer dan sutradara Israel, Hamdan Balla seorang pembuat film Palestina, dan Yuval Abraham. Film ini direkam selama beberapa tahun antara 2019 dan 2023.
Dalam memenangkan penghargaan tersebut, No Other Land mengalahkan nominasi lainnya Black Box Diaries, Porcelain War, Soundtrack to a Coup d'Etat, dan Sugarcane. Sebelumnya, film dokumenter tersebut memenangkan Penghargaan Dokumenter Berlinale.
View this post on Instagram