Jumat 07 Feb 2025 16:16 WIB

Studi: Faktor Genetik Pengaruhi Cara Kita Merasakan Rasa Pahit dalam Kopi

Gen TAS2R43 dan mutasinya berperan atas rasa pahit yang dirasakan.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Indira Rezkisari
Kafein selama ini dikenal sebagai penyebab utama rasa pahit dalam kopi.
Foto: www.freepik.com
Kafein selama ini dikenal sebagai penyebab utama rasa pahit dalam kopi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pernahkah kamu menyeruput kopi dan merasa terlalu pahit, sementara orang lain menikmatinya dengan santai? Jawaban dari perbedaan ini bukan sekadar selera, namun juga terkait dengan DNA. Para ilmuwan dari Jerman menemukan bahwa rasa pahit kopi tidak hanya dipengaruhi oleh proses roasting, tetapi juga faktor genetik.

Penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Food Chemistry ini dilakukan di University of Munich. Mulanya, para peneliti mengidentifikasi kelompok senyawa baru yang terbentuk saat kopi disangrai.

Baca Juga

Menurut peneliti, kafein selama ini dikenal sebagai penyebab utama rasa pahit dalam kopi. Namun, bahkan kopi tanpa kafein tetap terasa pahit, yang berarti ada senyawa lain yang berperan. Salah satunya adalah mozambioside, senyawa alami dalam biji kopi mentah yang memiliki tingkat kepahitan 10 kali lebih tinggi daripada kafein.

“Menariknya, penelitian kami menunjukkan bahwa konsentrasi mozambiosida menurun secara signifikan selama proses sangrai, sehingga kontribusinya terhadap rasa pahit kopi lebih kecil dari yang diperkirakan,” kata peneliti utama, Roman Lang, seperti dilansir dari Study Finds, Jumat (7/2/2025).

Kemudian saat meneliti kopi Arabika asal Kolombia, peneliti menemukan bahwa tidak semua orang merasakan senyawa pahit ini dengan cara yang sama. Rupanya hal ini berkaitan dengan gen TAS2R43, yang mengkode salah satu dari sekitar 25 reseptor rasa pahit dalam tubuh manusia.

Sebanyak 20 persen populasi Eropa memiliki mutasi pada gen ini yang membuat mereka sama sekali tidak dapat merasakan senyawa pahit tertentu. Dalam uji rasa terhadap 11 partisipan, para peneliti menganalisis DNA mereka melalui sampel air liur untuk mengetahui apakah mereka memiliki gen TAS2R43 yang utuh atau bermutasi.

Hasilnya, dua partisipan yang tidak memiliki gen TAS2R4 yang berfungsi mengaku tidak merasakan pahit sama sekali. Lalu tujuh partisipan yang memiliki satu salinan gen berfungsi dan satu rusak, merasakan pahit dalam tingkat sedang. Dua orang lagi yang memiliki dua salinan gen yang berfungsi penuh, merasakan pahit dengan sangat kuat.

Penelitian ini juga menemukan bahwa senyawa pahit tertentu mencapai puncak konsentrasi pada suhu 240 derajat Celcius, sementara yang lain terus meningkat hingga 260 derajat Celcius. Selain itu, reseptor rasa pahit tidak hanya ditemukan di lidah, tetapi juga di berbagai orang tubuh.

“Temuan baru ini memperdalam pemahaman kita tentang bagaimana proses pemanggangan memengaruhi rasa kopi dan membuka kemungkinan baru untuk mengembangkan varietas kopi dengan profil rasa yang terkoordinasi,” kata Lang.

Dengan produksi kopi Arabika global mencapai 102,2 juta kantong (60 kilogram per kantong) pada tahun 2023/24, pemahaman tentang senyawa pahit ini menjadi sangat penting. Bagi para pencinta kopi dan produsen kopi, penelitian ini membuktikan bahwa pengalaman kita dalam menikmati kopi memang berbeda-beda, dan semuanya sudah tertulis dalam DNA kita.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement