Senin 14 Oct 2024 15:43 WIB

Masalah Gizi di Indonesia Dinilai Sama 'Besar' dengan Penyakit Kronis Lainnya

Persoalan gizi termasuk salah satu masalah atau penyakit besar di Indonesia.

Rep: Antara/ Red: Qommarria Rostanti
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin. Budi menyebutkan bahwa persoalan gizi termasuk salah satu masalah atau penyakit besar di Indonesia, disamping beberapa penyakit lainnya.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin. Budi menyebutkan bahwa persoalan gizi termasuk salah satu masalah atau penyakit besar di Indonesia, disamping beberapa penyakit lainnya.

REPUBLIKA.CO.ID, BANTUL -- Masalah gizi di Indonesia bukan sekadar persoalan kesehatan individu, melainkan juga menjadi tantangan besar bagi pembangunan bangsa. Berbagai permasalahan gizi, mulai dari kekurangan gizi hingga kelebihan gizi, masih menjadi isu yang serius dan kompleks. Kondisi ini berdampak signifikan terhadap kualitas hidup masyarakat, produktivitas, dan pembangunan nasional.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin menyebutkan bahwa persoalan gizi termasuk salah satu masalah atau penyakit besar di Indonesia, disamping beberapa penyakit lainnya. "Salah satu masalah atau penyakit paling besar di Indonesia itu bukan hanya stroke, jantung, dan kanker, tapi gizi," kata Menkes usai peluncuran Sinergi Program Desa Pangan Aman dan Program Pemberian Makanan Tambahan Berbahan Pangan Lokal di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Senin (14/10/2024).

Baca Juga

Menurut dia, berbicara mengenai gizi itu bisa kebanyakan, bisa juga kekurangan. Kondisi kebanyakan gizi biasanya dialami para orang tua, dilihat dari perutnya yang membuncit, sementara kondisi kekurangan gizi dialami balita (bayi bawah lima tahun) dan ibu-ibu.

"Kekurangan atau kebanyakan gizi ini bukan dari jumlahnya, tapi juga dari ragamnya. Itu sebabnya pada saat menyajikan makanan itu jumlahnya harus pas, ragamnya harus pas," kata Menkes.

Budi mengatakan, jumlah gizi yang harus pas dan juga ragam gizi harus pas untuk anak anak, balita, dan ibu hamil tersebut beda dengan ragam jumlah yang harus pas dengan orang tua. Hal itu karena ada takarannya masing masing. "Itu sebabnya harus dibuat rumah produksi pangan yang mengetahui cara membuat makanan gizi yang jumlah dan ragamnya pas untuk kelompok umur tertentu," katanya.

Dengan demikian, Menkes memberikan apresiasi kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI yang meluncurkan program sinergi tersebut, dan membina Desa Panggungharjo sebagai Desa Pangan Aman dan membuat rumah produksi pangan. "Sehingga para ibu-ibu bisa diajari oleh BPOM sebagai ahlinya, prosedur membuat makanan yang bersih bagaimana, jumlahnya pas seperti apa, ragamnya seperti apa, agar balita kita, ibu hamil kita tidak berpenyakit atau kekurangan gizi," ujarnya.

Bahkan, kata Menteri Kesehatan, nantinya para orang tua terutama laki-laki tidak terkena penyakit kelebihan gizi. "Saya kasih rumusnya gampang, karena kalau yang kelebihan orang tua, yang kurang anak anaknya. Jadi semua ibu, kurangilah jatah makan suaminya, pindahkan ke jatah makan anak anaknya," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement