Jumat 04 Oct 2024 18:09 WIB

Ini Kunci Jenama Lokal Perluas Basis Pelanggan

Umumnya pengenalan brand menjadi tantangan paling signifikan jenama lokal.

Produk fashion dari jenama lokal kini makin digemari masyarakat Indonesia.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Produk fashion dari jenama lokal kini makin digemari masyarakat Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM, kontribusi jenama lokal terhadap ekonomi Indonesia mencapai 61 persen dari Pendapatan Produk Domestik Bruto (PDB) negara. Namun dalam perkembangannya, ada sejumlah hal yang masih harus ditingkatkan oleh jenama lokal khususnya dalam memperluas basis pelanggan.

Hal itu terungkap pada hasil riset terbaru dari Hypefast berjudul “ThinkWithHypefast” pada bulan September 2024. Hypefast merupakan house of brand berbasis teknologi terbesar di Indonesia. Melalui riset yang dilakukannya, Hypefast berupaya menyoroti soal preferensi konsumen dalam memilih jenama lokal serta tantangan yang dihadapi mereka.

Baca Juga

Hypefast menemukan bahwa 90 persen responden telah berbelanja di jenama lokal pada 3 bulan terakhir. Pada saat bersamaan, 70 persen responden mengaku secara aktif mencari jenama lokal ketika melakukan pembelian. Bahkan, 20 persen selalu memilih jenama lokal, sementara sisanya masih mempertimbangkan jenama lokal.

Berdasarkan kategori produk, fashion menjadi yang paling populer lantaran dicari oleh 90 persen responden. Peringkat kedua ditempati produk kecantikan seperti perawatan kulit dan kecantikan, disusul produk alas kaki pada peringkat ketiga dengan masing-masing sebanyak 60 persen dan 50 persen responden.

CEO dan Founder Hypefast Achmad Alkatiri mengatakan pelanggan mendapatkan informasi brand atau produk lokal paling banyak berasal dari media sosial. Pilihan saluran belanja 98 persen responden ialah loka pasar atau marketplace. Offline store namun juga masih menarik dengan 70 persen responden mengatakan berbelanja secara luring masih menjadi pilihan yang disukai.

Hypefast juga menemukan bahwa hal paling signifikan pada jenama lokal ialah kurangnya pengenalan brand. Sebanyak 60 persen responden menyebut hal itu menjadi tantangan utama. Ketidaktahuan konsumen itu kerap menimbulkan keraguan ketika memutuskan berbelanja.

Berangkat dari temuan ini, Hypefast menyoroti adanya masalah kepercayaan pada jenama lokal yang menjadi hambatan bagi pelaku usaha saat hendak memperluas basis pelanggan mereka. Pernyataan ini yang juga didukung oleh 60 persen responden.

"Local brand punya keunggulan dari sisi harga yang menurut 85 persen responden lebih kompetitif. Selain itu, 49 persen responden menilai local brand lebih sesuai dengan kebutuhan mereka," ujar Achmad, dikutip dari siaran pers, Jumat (4/10/2024).

Dia menjelaskan hal ini disebabkan karena jenama lokal dinilai lebih selaras dengan budaya, selera dan tren masyarakat. Jenama lokal juga lebih mudah menyesuaikan diri dengan keinginan dan kebutuhan pelanggan sesuai dengan gaya hidup.

"Sentuhan lokal ini membantu para pelaku usaha terhubung lebih baik dengan pelanggan dengan cara yang sering kali tidak dapat dilakukan oleh brand global atau brand besar," jelasnya.

Achmad memberi contoh sejumlah jenama lokal yang bekerja bersama Hypefast. Nyonya Piyama dan Koze, misalnya, telah menyesuaikan ukuran pakaian dengan bentuk tubuh konsumen lokal. Hal tersebut yang kemudian menjadikan mereka sebagai top of mind masyarakat Indonesia di kategorinya.

Di kategori beauty, ada Luxcrime yang dapat bersaing adalah dengan memperhatikan variasi warna yang lebih inklusif. Luxcrime berusaha menciptakan produk yang relevan untuk semua jenis kulit konsumen Indonesia, sesuatu yang sering terlewatkan oleh jenama internasional yang tidak sepenuhnya memahami kebutuhan pasar lokal.

Achmad mengatakan, faktor terpenting adalah kualitas. Ketika memutuskan membeli produk, pelanggan mempertimbangkan kualitas, harga yang terjangkau dan keunikan produk. Praktik etis dan dukungan komunitas juga diapresiasi pelanggan.

Faktor yang kerap menimbulkan keraguan dalam pembelian ialah kualitas yang buruk terutama jika harga terlalu mahal. Alasan lainnya ialah desain tiruan, layanan yang buruk dan kurang transparansi serta proses pembelian yang rumit.

"Dari sisi teknis, 45 persen responden berharap produk lokal bisa meningkatkan kualitasnya untuk dapat bersaing lebih baik lagi dengan produk internasional. Hal ini yang sebaiknya terus diprioritaskan oleh produsen lokal," kata Achmad.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement