REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Industri UMKM dan merek lokal Indonesia terus menunjukkan pertumbuhan pesat dalam beberapa tahun terakhir. Tidak lagi hanya sebagai alternatif, merek lokal kini menjadi pilihan utama bagi konsumen.
Berdasarkan riset yang dilakukan Hypefast pada ThinkwithHypefast Agustus 2024, 70 persen responden aktif mencari merek lokal saat berbelanja. Sementara 90 persen responden telah membeli produk lokal dalam tiga bulan terakhir.
Hypefast adalah perusahaan yang fokus pada house of brands berbasis teknologi di Indonesia. CEO Hypefast, Achmad Alkatiri, mengatakan saat ini ada fenomena kompetisi ketat dengan merek global, termasuk asal Cina. Fenomena ini menjadi salah satu perhatian utama.
Hasil riset temukan enam dari 10 konsumen Indonesia belum dapat membedakan produk lokal dengan produk impor dari Cina. Data ini juga diimbangi dengan Compas data based on Shopee and Tokopedia yang menunjukkan bahwa 4 dari 10 merek kosmetik dengan penjualan tertinggi di Indonesia saat selama Ramadhan merupakan merek Cina.
CEO Jacquelle Beauty, Budi Thomas, mengungkapkan menyatakan bahwa tantangan dalam merek lokal menghadapi kompetisi adalah dari sisi pasokan dan teknologinya lebih terbatas. “Customer sudah pintar dan bisa membedakan brand-brand yang kredibel. Sehingga dari sisi brand, bisa fokus membangun reputasinya lewat pengembangan produk yang relevan dengan kebutuhan konsumen. Ini praktik yang terus diupayakan Jacquelle Beauty,” ungkap Budi.
Jacquelle Beauty melakukan kolaborasi bersama Jazzy lewat Jacquelle Glitter Gloss Tint x Jazzy-Inside Out Edition. Upaya ini adalah salah satu usaha membangun relevansi terutama bagi Generasi Z yang ingin mengekspresikan diri.
Pengalaman konsumen menjadi poin yang juga disoroti sebagai kunci pertumbuhan merek. Hal ini didukung dengan fakta bahwa era pasca-pandemi, aktivitas belanja offline kembali menjadi pilihan utama konsumen. Data dari Populix menunjukkan bahwa preferensi belanja offline meningkat lebih dari dua kali lipat.
Dalam diskusi panel yang digagas Hypefast Plt Head of Retail Kurator Sarinah, Diah Minarni, mengungkapkan saat ini banyaknya jumlah UMKM tidak diimbangi lapak penjualan. Di Jakarta sendiri ada 15-20 Juta UMKM, dan Sarinah bekerja sama dengan pemerintah saat ini mulai fokus untuk memperbanyak tempat untuk para pengusaha UMKM.
Diah menambahkan, selain inovasi, merek juga tidak boleh melupakan strategi komunikasi. Strategi Sarinah dalam memisahkan konsumen berdasarkan tujuh lapisan dianggap cukup efektif dalam mengidentifikasi target market berdasarkan area dan daya beli. Data-data ini yang kemudian mendukung pertumbuhan merek lokal yang hadir di Sarinah.
“Data, evident, dan brand bisa pastikan mitranya sudah siap untuk ekspansi dan inovasi. Karena consumer Indonesia tipe yang setia ketika brand komitmen dengan produk dan menjawab masalah konsumennya. Cintai produk Indonesia tidak boleh hanya berhenti menjadi tagline, tetapi juga menjadi budaya,” kata Diah.
Achmad mengungkapkan pendekatan hyperlokal bisa mulai digencarkan kembali oleh merek lokal. Pasalnya produk asal Cina juga sudah mulai masuk ke tujuh dari 10 toko di daerah Indonesia.
“Hypefast mendorong local brand untuk mulai pendekatan secara hyperlocal, tidak hanya fokus ke mainstream channel,” ujar Achmad.