REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Individu yang mengalami kecemasan (anxiety) memiliki risiko dua kali lipat terkena penyakit Parkinson dibandingkan dengan orang yang tidak mengalami kecemasan. Demikian menurut sebuah penelitian besar di Inggris.
Para peneliti dari University College London (UCL) menggunakan data hampir 988 ribu pasien berusia 50 tahun ke atas dari tahun 2008 hingga 2018 untuk mengidentifikasi bagaimana kecemasan memengaruhi risiko Parkinson sambil memperhitungkan faktor-faktor lain yang diketahui seperti usia, jenis kelamin, isolasi sosial, penyakit mental yang parah, demensia, trauma kepala, dan gaya hidup.
Mereka menemukan pasien yang didiagnosis dengan kecemasan untuk pertama kalinya sebagai orang dewasa yang lebih tua, dua kali lebih mungkin untuk mengembangkan Parkinson - menunjukkan bahwa hal ini bisa menjadi tanda peringatan dini dari kondisi neurodegeneratif.
Hal ini penting karena dokter tidak selalu mempertimbangkan riwayat kecemasan pasien saat memeriksa Parkinson. Kriteria diagnostik Parkinson di Inggris, misalnya, berfokus pada masalah motorik.
"Sayangnya, ini bukan keterkaitan yang tegas, tapi itulah mengapa penelitian ini sangat bagus, karena ini benar-benar memberikan lebih banyak pembenaran untuk kecemasan sebagai pertanyaan awal," kata Amelia Hursey, manajer penelitian di Parkinson's Europe, dilansir Euronews, Selasa (2/7/2024).
Di antara pasien yang mengalami kecemasan dalam penelitian ini, beberapa gejala juga dikaitkan dengan risiko Parkinson yang lebih tinggi. Ini termasuk depresi, masalah tidur, kelelahan, gangguan kognitif, tekanan darah rendah, sembelit, dan masalah motorik seperti tremor, kekakuan, dan masalah keseimbangan.
Dibutuhkan waktu rata-rata 4,9 tahun setelah dokter pertama kali menyadari kegelisahan pasien hingga mereka didiagnosis Parkinson.
Temuan ini, yang dipublikasikan dalam British Journal of General Practice, dapat membantu dokter mengidentifikasi pasien mana yang berisiko lebih tinggi terkena Parkinson, sehingga berpotensi mempercepat diagnosis dan meningkatkan pengobatan pada tahap awal.
Hursey mengatakan bahwa bagi para peneliti, diagnosis lebih awal dapat memberikan petunjuk tentang akar masalah, mengingat tidak ada obat untuk Parkinson.
Parkinson adalah salah satu kondisi neurodegeneratif yang paling umum, yang memengaruhi sekitar 11,8 juta orang di seluruh dunia. Diagnosis lebih sering terjadi pada orang yang lebih tua, pria, dan mereka yang memiliki status sosial ekonomi yang lebih tinggi, dan prevalensinya telah meningkat selama 25 tahun terakhir.
Kecemasan adalah gejala umum Parkinson sebagai akibat dari perubahan kimiawi otak, bukan sekadar reaksi terhadap diagnosis, menurut Parkinson's Foundation. Penelitian lain menunjukkan bahwa kecemasan dapat membatasi kualitas hidup pasien Parkinson dan meningkatkan beban caregiver mereka.
Meski begitu, para peneliti UCL mengatakan bahwa belum cukup banyak yang diketahui tentang bagaimana kecemasan yang baru berkembang, dan tingkat keparahan kecemasan seseorang dapat berdampak pada risiko Parkinson seiring bertambahnya usia.
Hursey juga menambahkan, orang yang mengalami kecemasan tidak perlu khawatir akan terkena Parkinson. Sebaliknya, temuan ini menunjukkan bahwa kecemasan sesuai dengan seluruh rangkaian gejala yang berasal dari kondisi tersebut.
"Setiap informasi kecil tentang pengalaman hidup penderita Parkinson, atau orang yang mungkin berisiko tinggi terkena Parkinson, sangat penting bagi kita untuk melangkah lebih jauh dalam memahami mekanisme yang mendasarinya," kata Hursey.