Jumat 31 May 2024 15:01 WIB

Sebagian Gen Z Jalani 'Kehidupan Ganda' di Dunia Nyata dan Dunia Maya

31 persen Gen Z merahasiakan kepribadian online mereka.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Friska Yolandha
Sebuah survei baru menemukan bahwa sebagian kalangan Gen Z menjalani
Foto: Antara/Septianda Perdana
Sebuah survei baru menemukan bahwa sebagian kalangan Gen Z menjalani "kehidupan ganda" di dunia nyata dan dunia maya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah survei baru menemukan bahwa sebagian kalangan Gen Z menjalani "kehidupan ganda" di dunia nyata dan dunia maya. Dalam penelitian yang dilakukan oleh OnePoll untuk Lenovo tersebut, banyak Gen Z merasa kepribadiannya di dunia nyata jauh berbeda dengan saat online.

Dikutip dari laman Independent, Jumat (31/5/2024), studi itu sebenarnya melibatkan 2.000 peserta yang merupakan warga Amerika lintas generasi. Para peserta mendiskusikan kebiasaan media sosialnya. Hasilnya, 46 persen Gen Z merasa punya "kehidupan ganda" seperti yang telah disebutkan.

Baca Juga

Ketika ditanya apakah "kepribadian online" itu dirahasiakan dari keluarga, 31 persen responden Gen Z menjawab "ya". Selain itu, 53 persen Gen Z merasa lebih nyaman dan mudah ketika berkomunikasi secara daring dibandingkan secara langsung.

Sebenarnya, hampir setengah dari seluruh responden lintas generasi mengatakan ada keterputusan antara diri mereka saat komunikasi daring dan saat bertatap muka. Akan tetapi, 68 persen dari responden yang menjawab itu adalah bagian dari Gen Z.

Generasi lain ada juga yang mengalami hal serupa, dengan 38 persen generasi milenial, 18 persen generasi X, dan delapan persen generasi baby boomer mengklaim punya 'kehidupan ganda' di internet. Sebanyak 27 persen generasi milenial juga mengaku merahasiakan identitas daring dari keluarga.

Mengenai kemudahan melakukan percakapan online dibandingkan offline, 49 persen generasi milenial dan 35 persen Gen X mengakui hal tersebut. Sementara itu, hanya 23 persen generasi baby boomer yang merasakan hal serupa.

Semua responden juga ditanya seberapa terbuka mereka untuk berbagi pendapat secara online. Hasilnya menunjukkan 21 persen dari mereka merasa nyaman untuk menyampaikan argumen secara online dibandingkan secara langsung.  

Ada 19 persen responden yang mengatakan mereka merasa nyaman berbagi ketakutan atau rasa tidak aman mereka secara online, dibandingkan secara offline. Sejumlah 19 persen meyatakan terbuka mengenai keyakinan politik mereka.

Jika dibandingkan dengan orang yang sedang offline, 20 persen responden mengatakan kepribadian online mereka memiliki kesukaan dan ketidaksukaan yang lebih jelas. Beberapa responden juga menunjukkan bahwa kepribadian online mereka memiliki kehidupan dan ketidaksukaan yang berbeda serta opini yang lebih kontroversial dibandingkan diri di dunia nyata.

Survei OnePoll ini mewakili upaya Lenovo untuk proyek “Work for Humankind” dan “Meet Your Digital” yang meneliti bagaimana kepribadian online seseorang berbeda dari dirinya di dunia nyata. Untuk eksperimen ini, Lenovo menggunakan kecerdasan buatan (AI) mutakhir serta perangkat pintar.

Ini bukan pertama kalinya ada pembahasan mengenai kebiasaan Gen Z terhadap teknologi.  Awal 2024, pengguna X (sebelumnya dikenal sebagai Twitter) Max Burns memicu perdebatan viral tentang fitur "Jangan Ganggu" di iPhone. Dia mengatakan kalangan Gen Z mengaktifkan fitur itu sepanjang waktu karena mereka selalu menghadapi kecemasan menjawab telepon.

Sebagian Gen Z merasa setuju dengan postingan itu, tapi sebagian lainnya tidak setuju. Mereka yang tidak setuju memberi penjelasan bahwa ponsel mereka dalam mode "Jangan Ganggu" karena ingin menghindari notifikasi serta panggilan spam yang mengganggu.

Namun, kecemasan terhadap panggilan telepon di kalangan Gen Z bukanlah teori yang tidak berdasar. Sebelum status Burns, ada sebuah studi rilisan 2023 yang dilakukan oleh CommBank and More. Penelitian menemukan bahwa hanya satu dari 10 Gen Z Australia yang lebih suka berbicara dengan keluarga atau teman melalui telepon. Sementara, 87 persen peserta penelitian mengaku menangani konflik melalui pesan teks dibandingkan melalui panggilan telepon, dan 49 persen mengakui bahwa mereka merasa cemas ketika berbicara melalui telepon.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement