Kamis 21 Mar 2024 05:48 WIB

Membeli Uang Baru untuk Lebaran tak Diperbolehkan dalam Islam, Mengapa?

Muslim diimbau tidak menjadikan penukaran uang tersebut bersifat jual-beli.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Qommarria Rostanti
Penjual jasa penukaran uang baru (ilustrasi). Muslim diimbau berhati-hati dan tidak menjadikan penukaran uang bersifat jual-beli, sebab itu tidak diperbolehkan.
Foto: Antara/Asprilla Dwi Adha
Penjual jasa penukaran uang baru (ilustrasi). Muslim diimbau berhati-hati dan tidak menjadikan penukaran uang bersifat jual-beli, sebab itu tidak diperbolehkan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Banyak orang mulai mencari jasa penukaran uang pecahan baru. Biasanya, hal itu sangat terkait dengan tradisi memberikan THR kepada anak-anak, seperti adik, keponakan, sanak-saudara, hingga tetangga. 

Dikutip dari laman Majelis Ulama Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan, Rabu (20/3/2024), menukarkan uang menjelang Lebaran dengan niat hendak bersedekah hukumnya adalah diperbolehkan. Bahkan, hal itu berpotensi menjadi sunah.

Baca Juga

Landasannya adalah sebuah hadits yang menganjurkan untuk memberikan sedekah terbaik pada Idul Fitri. "Terbaik" yang dimaksud bisa bermakna baik dari segi nominal, bisa juga dari segi fisik, misalnya dengan pecahan uang baru yang menyenangkan anak-anak atau orang yang menerimanya.

MUI menyampaikan, penukaran uang biasanya dilakukan di bank atau di tempat lain yang menyediakan uang tersebut. Biasanya, bank menghadirkan gerai khusus atau pos penukaran uang di sejumlah titik, dengan nominal sama tanpa biaya apa pun. Akan tetapi, Muslim perlu berhati-hati dan tidak menjadikan penukaran uang tersebut bersifat jual-beli, sebab itu tidak diperbolehkan. Untuk itu, lebih baik mencari jasa penukaran uang sejak jauh hari supaya tidak kehabisan.

"Jika penukaran objek tidak ada pengurangan, maka hukumnya boleh. Namun, jika berbeda jumlahnya, dianggap praktik riba dalam keadaan tunai," demikian keterangan dari MUI.

Sebagai contoh, si A menukarkan uang Rp 1 juta untuk uang pecahan baru, tapi hanya mendapat sebanyak Rp 970 ribu. Sebab, perbedaan nominal yang ada digunakan untuk nilai jasa tukarnya. Apabila mata uangnya sejenis, yakni sama-sama rupiah, MUI menyebutkan bahwa hukumnya haram.

Berbeda halnya apabila mata uangnya tidak sejenis, semisal menukar uang dalam jumlah tertentu dalam mata uang dolar senilai satu juta rupiah, maka untuk kasus tersebut hukumnya menjadi halal. Penjelasan MUI, itu karena salah satu merupakan komoditas, sementara yang lainnya menjadi alat pembayar. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement