Kamis 22 Feb 2024 07:18 WIB

Peneliti Korea Kembangkan Beras Hibrida, Apa Bedanya dengan Beras Biasa?

Beras hibrida diklaim lebih bernutrisi daripada beras biasa.

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Qommarria Rostanti
Beras (ilustrasi). Peneliti asal Korea Selatan mengembangkan beras hibrida yang terbuat dari sel-sel sapi.
Foto: www.freepik.com
Beras (ilustrasi). Peneliti asal Korea Selatan mengembangkan beras hibrida yang terbuat dari sel-sel sapi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti asal Korea Selatan mengembangkan beras hibrida dengan kandungan protein dan lemak yang lebih tinggi. Beras hibrida ini dibuat dengan sel-sel sapi dan dapat menjadi sumber asupan protein yang lebih terjangkau dengan jejak karbon yang lebih minim.

Untuk membuat beras hibrida ini, langkah pertama yang dilakukan oleh tim peneliti adalah melapisi beras dengan gelatin ikan. Setelah itu, tim peneliti baru menempelkan sel-sel sapi kepada beras tersebut. Penggunaan gelatin ikan bertujuan untuk mempermudah proses penempelan sel-sel sapi pada beras.

Baca Juga

Selanjutnya, tim peneliti menambahkan sel-sel punca dan otot dari sapi pada beras. Kemudian, beras yang sudah ditempeli sel-sel sapi tersebut dikultur di dalam cawan petri sekitar 11 hari.

Tim peneliti mengungkapkan beras hibrida ini lebih bernutrisi dibandingkan beras biasa. Sebagai perbandingan, beras hibrida memiliki kandungan protein 8 persen lebih tinggi dan kandungan lemak 7 persen lebih tinggi dibandingkan beras biasa. Selain itu, beras hibrida juga memiliki rasa yang lebih lezat.

Yang tak kalah menarik, proses produksi beras hibrida ini melepaskan jejak karbon yang lebih rendah dibandingkan proses produksi daging sapi. Untuk setiap 100 gram protein yang diproduksi, beras hibrida hanya melepas karbon dioksida kurang dari 6,72 kg, sedangkan daging sapi melepaskan sekitar 49,9 kg.

Bila dapat dikomersialisasikan nanti, beras hibrida dapat menjadi salah satu opsi sumber asupan protein yang lebih terjangkau dibandingkan daging sapi. Harga beras hibrida ini diperkirakan sekitar 2,23 dolar AS atau sekitar Rp 34 ribu per kg, sedangkan harga per kilogram daging sapi bisa mencapai enam kali lipat lebih besar.

"Kita biasanya mendapatkan protein yang kita butuhkan dari hewan ternak, tapi produksi daging hewan ternak membutuhkan lebih banyak sumber daya dan air serta melepaskan lebih banyak gas rumah kaca," ujar peneliti Sohyeon Park dari Yonsei University, seperti dilansir Independent pada Rabu (21/2/24).

Park menyatakan bahwa beras hibrida ini dapat mempermudah orang-orang untuk mendapatkan beragam zat gizi sekaligus. Menurut Park, beras biasa sebenarnya sudah memiliki nutrisi yang tinggi. Akan tetapi, penambahan sel-sel sapi pada beras bisa semakin meningkatkan nilai gizi beras.

Berdasarkan penelitian, Park menyatakan bahwa sel-sel sapi bisa bertumbuh dengan baik pada beras. Oleh karena itu, Park menilai ketersediaan beras hibrida secara meluas di dunia merupakan hal yang mungkin dilakukan.

"(Beras hibrida) ini suatu saat bisa disajikan sebagai bantuan makanan untuk kelaparan, ransum militer, atau bahkan makanan luar angkasa," kata Park.

Hasil studi yang dilakukan oleh Park dan timnya ini telah dipublikasikan dalam jurnal Matter. Tim peneliti berencana melakukan penelitian lebih lanjut untuk meningkatkan nilai gizi dari beras hibrida mereka dengan cara menciptakan kondisi yang lebih baik untuk mengkultur sel-sel otot dan lemak sapi pada beras. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement