Kamis 15 Feb 2024 09:09 WIB

KPAI: Tren Kekerasan pada Anak Bagai Fenomena Gunung Es

Perang orang sekitar perlu ditingkatkan untuk mengawasi dan melindungi anak.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Friska Yolandha
Petugas gali kubur mengenakan apd saat akan melakukan proses ekshumasi jenazah anak dari artis Tamara Tyasmara di TPU Jeruk Purut, Jakarta, Selasa (6/2/2024). Ditreskrimum Polda Metro Jaya bersama tim Forensik RS Polri melakukan ekshumasi terhadap korban anak dari artis Tamara Tyasmara nerinisial D (6) yang tenggelam di kolam renang kawasan Jakarta Timur untuk dilakukan proses penyelidikan atau penyidikan dengan mengutamakan pembuktian melalui scientific investigation crime dalam mengungkap penyebab kematian korban.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Petugas gali kubur mengenakan apd saat akan melakukan proses ekshumasi jenazah anak dari artis Tamara Tyasmara di TPU Jeruk Purut, Jakarta, Selasa (6/2/2024). Ditreskrimum Polda Metro Jaya bersama tim Forensik RS Polri melakukan ekshumasi terhadap korban anak dari artis Tamara Tyasmara nerinisial D (6) yang tenggelam di kolam renang kawasan Jakarta Timur untuk dilakukan proses penyelidikan atau penyidikan dengan mengutamakan pembuktian melalui scientific investigation crime dalam mengungkap penyebab kematian korban.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus kematian Raden Adante Khalif Pramudityo alias Dante (6 tahun) menyita perhatian publik belakangan. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkapkan, tren kasus kekerasan terhadap anak yang memang mengalami peningkatan. KPAI melihat kasus-kasus kekerasan terhadap anak yang muncul ke publik atau yang dilaporkan bagaikan fenomena gunung es.

“Kalau dilihat tren kasus kekerasan terhadap anak dalam aduan KPAI yang terlaporkan terus meningkat dan kita melihatnya seperti fenomena gunung es,” ucap Wakil Ketua KPAI Jasra Putra kepada Republika.co.id, Kamis (15/2/2024).

Baca Juga

Jasra mengatakan, kasus kekerasan terhadap anak rata-rata dilakukan oleh orang terdekat dengan relasi kuasa yang tidak seimbang. Keluarga yang seharusnya menjadi pelindung anak, tapi ternyata menjadi pelaku kekerasan. Kasus-kasus semacam itu, kata dia, perlu dilihat lebih jauh dan dalam betapa keluarga tidak bisa berfungsi, terutama dari sisi perlindungan.

“Tentu harus dilihat lebih jauh dan dalam betapa keluarga tidak bisa berfungsi terutama dari perlindungan. Beragamnya situasi pengasuhan keluarga menjadi salah satu tantangan bagi dunia perlindungan anak,” kata dia.

Menurut Jasra, penting untuk meningkatkan peran keluarga dalam perlindungan anak penting. Keluarga juga perlu dipastikan paham bagaimana cara mengasuh anak secara baik sehingga lingkungan yang tidak bertanggung jawab bisa dihindari.

“Maka salah satu upaya kebijakan hulu terkait RUU Pengasuhan penting segra disyahkan oleh DPR. Agar gap pengasuhan yang beragam baik anak berada dikeluarga maupun lembaga pendidikan atau pengasuhan bisa seragam dalam merespon serta memitigasi persoalan-persoalan anak,” jelas dia.

Sebab, kata Jasra, berbagai kasus perlindungan anak sering kita terlambat menyelesaikanya dan bahkan sudah menjadi puncak yang menumpuk berbagai persoalan anak. Anak tidak sekuat orang dewasa yang bisa melawan berbagai ancaman yang membahayakan diri anak itu sendiri. Bahkan anak sendiri tidak mengetahui berbagai ancaman yang membahayakan tersebut, pikiranya sangat mudah dibelokan.

Peran masyarakat perlu....

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement