Senin 15 Jan 2024 17:46 WIB

Kurang Pendisiplinan Bisa Jadi Penyebab Anak Lakukan Bullying

Belum ada penelitian apakah pelaku bullyingtidak mengulang perbuatannya.

Kampanye Setop Bullying. Kebiasaan pendisiplinan yang kurang bisa menjadi penyebab anak merasa boleh berbuat nakal dan berlaku seenaknya. Anak berbuat nakal karena tidak ada konsekuensi yang jelas.
Foto: DPR RI
Kampanye Setop Bullying. Kebiasaan pendisiplinan yang kurang bisa menjadi penyebab anak merasa boleh berbuat nakal dan berlaku seenaknya. Anak berbuat nakal karena tidak ada konsekuensi yang jelas.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- KSM Psikiatri RSUP Nasional dr Cipto Mangunkusumo Prof Tjhin Wiguna mengatakan lingkungan psikososial anak yang yang permisif dan memiliki kebiasaan pendisiplinan yang kurang bisa menjadi penyebab anak merasa boleh berbuat nakal dan berlaku seenaknya. Anak berbuat nakal karena tidak ada konsekuensi yang jelas.

“Lingkungan sekolah atau rumah permisif jadi kalau berbuat nakal nggak apa-apa, kadang mereka melakukan ke orang lain karena kebiasaan lingkungannya. Atau bisa juga terjadi karena faktor sekolah kalau pendisiplinannya kurang bisa membuat anak bisa berbuat seenaknya karena tanpa konsekuensi yang jelas,” jelas Tjhin dalam diskusi daring yang diikuti di Jakarta, Senin (15/1/2024).

Baca Juga

Ia mengatakan anak pelaku bullying atau perundung memang sering kali adalah anak yang terlihat lebih nakal atau lebih nekat, dan bisa jadi anak yang memiliki kecenderungan khusus seperti hiperaktif. Anak menjadi berbuat nakal karena tidak ada konsekuensi yang jelas dari pihak orang tua atau guru terhadap perbuatannya, dan merasa lebih kuat dari lawannya yang menjadi korban perundungan.

Pengalaman masa kecil yang pernah menjadi korban, juga bisa menjadi dampak seseorang melakukan perundungan. Hal itu berdampak pada perilakunya ketika dewasa dan selalu mencari cara untuk menekan korbannya.

“Pengalaman masa kecil terhadap bullying bisa berdampak pada perkembangan kepribadian seseorang, ada pengaruhnya, kalau dewasa perlu konsultasi ada masalah atau gangguannya apa,” katanya.

Selain itu, anak dengan kecenderungan khusus seperti gangguan mental dan perilaku hiperaktif impulsif atau ADHD juga bisa menjadi korban perundungan maupun pelakunya. Karena anak tersebut tidak bisa mengontrol perilaku seperti tidak bisa diam dan bisa mendorong temannya.

Pelaku yang selalu melakukan perundungan meskipun sudah didamaikan, kata Tjhin, perlu dikonsultasikan karena nanti bisa jadi masalahnya tidak akan selesai dan korban akan terus bertambah. Pelaku tersebut perlu mendapatkan konsultasi terkait masalah atau gangguan yang dialaminya.

Ia mengatakan dampak perundungan pada korban bisa dibilang tidak main-main. Korban bisa timbul berbagai masalah emosi, perilaku, dan berbagai macam kondisi mental yang berujung cemas, depresi dan kegagalan baik akademis maupun kehidupan sosial di sekolah.

Sejauh ini Tjhin mengatakan belum ada penelitian apakah pelaku perundungan bisa sembuh dan tidak mengulang perbuatannya. Namun dukungan keluarga serta peran serta guru di sekolah sangat dibutuhkan guna membina anak yang menjadi perundung maupun korban agar masing-masing bisa berdamai.

“Tentunya perlu guru atau siswa lainnya ada nggak sih dukungan siswa yang mengalami bullying, kalau bicara keluarga kita harus lihat apakah keluarga itu bisa memberikan dukungan atau penentraman juga nggak terhadap siswa yang mengalami bullying,” katanya.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement