REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penelitian terbaru dari Washington University School of Medicine di St. Louis di Amerika Serikat, MO (WashUMed), menyatakan bahwa merokok memiliki dampak serius pada otak. Merokok dapat menyebabkan penyusutan otak, sementara berhenti merokok dapat mencegah penurunan lebih lanjut.
Studi ini menemukan bahwa merokok tidak hanya terkait dengan penyusutan otak, tetapi juga meningkatkan risiko gangguan kognitif, demensia, dan penyakit Alzheimer (AD). Hasil studi ini menyoroti bahwa berhenti merokok kapan saja bisa menghentikan hilangnya materi abu-abu lebih lanjut, meskipun otak tidak mampu memulihkan massa aslinya setelah mengalami penyusutan.
Walaupun risiko merokok terhadap paru-paru dan jantung sudah lama diketahui, penelitian ini mencoba untuk mengisi kesenjangan dalam pemahaman efek berbahaya merokok terhadap otak. Direktur Pusat Penelitian Kesehatan & Perilaku WashUMed, dr Laura J. Bierut, memimpin tim peneliti dalam studi yang baru-baru ini dipublikasikan di Biological Psychiatry: Global Open Science.
Penelitian sebelumnya juga menunjukkan bahwa perokok memiliki risiko lebih tinggi terkena demensia, dengan perkiraan bahwa 14 persen kasus Alzheimer disebabkan oleh merokok. Keterkaitan antara penyusutan otak dan merokok melibatkan sejumlah faktor perilaku dan genetik, di mana sekitar setengah dari keinginan seseorang untuk merokok dipengaruhi oleh faktor genetik.
Studi ini menganalisis data dari UK Biobank yang melibatkan 32.094 peserta Eropa, dengan hasil menunjukkan bahwa mereka yang lebih banyak merokok mengalami tingkat penyusutan otak lebih besar. Penyusutan otak atau atrofi, yang melibatkan hilangnya neuron dan hubungan di antara mereka, dapat mengganggu kemampuan otak untuk berfungsi dengan baik.
"Merokok memengaruhi tingkat berbagai neurotransmiter di otak, yang mungkin berkontribusi terhadap kerusakan saraf dan atrofi seiring berjalannya waktu," kata peneliti dari Klinik Otak Sehat di Long Beach, CA, dr Dung Trinh, yang tidak terlibat dalam penelitian ini, dikutip dari Medical News Today, Jumat (29/12/2023).
Dokter Trinh menjelaskan bahwa atrofi dapat menghambat komunikasi antar wilayah otak yang berbeda, menyebabkan penurunan kognitif. Sementara itu, dr Bierut menegaskan bahwa penurunan volume otak dikaitkan dengan penuaan, sehingga orang yang merokok memiliki otak yang terlihat lebih tua.
Merokok diketahui menyebabkan kerusakan otak dengan menyerap berbagai bahan kimia beracun. Orang yang merokok memiliki kadar oksigen yang rendah dalam darahnya, yang dapat membuat otak kelaparan secara perlahan. Dampak merokok juga termasuk kerusakan pembuluh darah, stres oksidatif, dan efek inflamasi yang dapat merusak sel-sel otak dan struktur pendukungnya.