Senin 20 Nov 2023 04:00 WIB

Anak Sudah Dewasa, Tanggung Jawab Orang Tua Selesai?

Tidak setiap orang dewasa cukup beruntung memiliki orang tua dalam hidup mereka.

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Natalia Endah Hapsari
Ketika anak sudah dewasa, bukan berarti peran orang tua berhenti./ilustrasi
Foto: Unsplash
Ketika anak sudah dewasa, bukan berarti peran orang tua berhenti./ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Peran sebagai orang tua tidak berakhir ketika anak mencapai usia dewasa. Dan ini menggambarkan bagaimana para ibu juga masih berjuang untuk menyeimbangkan kebutuhan anak-anak mereka dengan kebutuhan mereka sendiri.

Ketika seseorang mengumumkan kehamilan atau menyambut kelahiran bayi, sering kali orang yang sudah berpengalaman memberi tahu mereka bahwa dalam 18 tahun ke depan, hidup mereka akan berubah total.

Baca Juga

Melansir Parents, Senin (20/11/2023), ini bisa disebut ‘komitmen 18 tahun’. Ya, membesarkan anak adalah pengalaman yang sangat berbeda dibandingkan menjadi orang tua bagi anak yang telah dewasa, terutama setelah anak itu memutuskan untuk mandiri seperti berkeluarga dan memiliki rumah sendiri.

Itu berarti anak bukan lagi tanggung jawab orang tua sepenuhnya dan orang tua mulai mendapatkan kembali waktu dan kebebasan mereka saat mereka menjadi orang tua bagi anak yang telah dewasa. Namun, para orang tua tidak lantas berhenti menjadi orang tua.

Ibu dua orang anak yang juga merupakan jurnalis parenting, Zara Hanawalt, telah menjadi ibu selama lima tahun dan telah melihat betapa sulitnya mempertimbangkan perlunya mengutamakan anak dibandingkan menjaga diri sendiri, dan bagaimana keseimbangan tersebut berubah secara perlahan seiring berjalannya waktu. “Ini adalah pengalaman yang sering kita diskusikan, namun jarang ada orang yang melanjutkan percakapan tersebut untuk mengeksplorasi seperti apa sebenarnya keseimbangan seiring bertambahnya usia anak-anak,” ujar Hanawalt.

Ketika berbicara tentang peran sebagai orang tua, para orang tua sering kali memusatkan perhatian pada mereka yang berada jauh di dalam kesulitan, berjuang melawan amukan balita, terbangun di malam hari, dan menyuapi. Jarang sekali menyoroti bagaimana pengalaman itu berkembang, atau bagaimana tantangan berubah.

Tentu saja, tidak setiap orang dewasa cukup beruntung memiliki orang tua dalam hidup mereka, baik karena kehilangan atau keterasingan.  

Saat ini, ada banyak orang yang mengolok-olok, atau bahkan mempermalukan ibu-ibu yang sudah beranjak tua. ''Meskipun penting untuk mengeksplorasi dampak pilihan pengasuhan mereka terhadap generasi berikutnya, terkadang saya bertanya-tanya mengapa kita tidak memberikan kepedulian dan kasih sayang kepada generasi para ibu yang lebih tua,'' kata Hanawalt.

Mungkin hal ini terjadi karena kita tidak lagi memandang mereka sebagai ibu ketika kita sudah dewasa. Kita tidak mampu mempertimbangkan semua tantangan yang mereka hadapi ketika mereka memasuki masa peran sebagai ibu, dan kita tidak melihat mereka sebagai korban dari sistem yang (masih) tidak melakukan apa pun untuk memprioritaskan anak-anak.

Kita tidak menyadari bahwa mereka membesarkan kita tanpa pengetahuan parenting, dukungan, atau bahkan akses digital yang memadai terhadap panduan dalam membesarkan anak. Kita tidak menyadari bahwa mereka mengatasi masalah-masalah besar seperti depresi pascapersalinan tanpa memiliki seseorang untuk diajak bicara atau mencari bantuan. “Menemukan batas antara meminta pertanggungjawaban mereka dan mengakui bahwa mereka, seperti semua ibu yang tidak sempurna dan pasti akan berbuat salah, sangatlah sulit,” ujar Hanawalt.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement