Rabu 15 Nov 2023 18:14 WIB

Tren 'Barcode Korea' dan Alasan Seseorang Suka Menyakiti Diri Sendiri 

Keinginan menyakiti diri sendiri datang saat banyak masalah tanpa ada solusi.

Rep: Wilda Fizriyani / Red: Friska Yolandha
Self harm (ilustrasi). Pelajar yang melakukan self harm di Magetan didominasi usia SMP.
Foto: Dok. www.freepik.com
Self harm (ilustrasi). Pelajar yang melakukan self harm di Magetan didominasi usia SMP.

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Indonesia dalam belakangan ini terdapat fenomena yang tengah tren berupa 'Barcode Korea'. Tren yang banyak dilakukan remaja dan anak muda ini biasanya ditunjukkan dengan cara menyakiti tubuh bagian tangan dengan senjata tajam (self harm). 

Perempuan asal Nganjuk, Diana (bukan nama sebenarnya) termasuk salah satu penyintas self harm yang telah melakukan tindakan tersebut sejak usia SD. "Aku dari kecil itu jauh dari orang tua, enggak deket sama keduanya jadi enggak pernah ada tempat cerita. Yang pernah aku lakuin waktu SD atau SMP itu pakai jarum kalau tidak salah tetapi buat tulisan i love you ibu," kata perempuan yang kini berusia 25 tahun tersebut saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (15/11/2023).

Baca Juga

Keinginan untuk menyakiti tubuh sendiri biasanya datang ketika banyak masalah yang terus menumpuk tanpa tersalurkan dan teratasi sama sekali. Sekalipun menceritakan masalah ke orang lain, dia akan disepelekan sehingga kekecewaan pun kian meningkat. Saat seperti inilah keinginan menyakiti diri sendirinya timbul di luar kesadarannya. 

Diana sendiri terakhir melakukan self harm pada 2019 lalu. Setelah itu, dia tidak lagi melakukannya karena berusaha mengontrol keinginan tersebut dengan melakukan hal menyenangkan. 

"Misal aku suka ngopi, pas ngerasa mulai sumpek, ya ngopi sama teman-teman atau melampiaskan ke hobi. Lebih memperbanyak kesibukan saja," jelasnya.

Diana pun berpesan kepada siapapun yang memiliki keinginan self harm untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT.  Jika merasa terpuruk, maka harus melampiaskan ke hal yang disukai.

Adapun untuk masyarakat atau keluarga dan teman, dia meminta mereka agar tidak memotong atau membantah cerita seseorang yang sedang terpuruk. "Jadi semisal kita tidak bisa membantu, cukup dengarkan sampai selesai itu sudah melegakan kok," ucapnya.

Pesan serupa juga diungkapkan penyintas....

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement