REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mengadopsi seorang anak menjadi pilihan bagi orang tua yang kesulitan memiliki momongan. Namun, perlu dipahami perlu ada batasan tertentu antara orang tua dengan anak yang dia adopsi, terutama aurat.
Ustazah Qotrunnada Syathiry mengungkapkan, sampai kapanpun, anak adopsi tidak bisa menjadi mahram pada ayah dan ibunya. Apalagi, jika anak tersebut diadopsi ketika berusia mulai akil baligh.
"Kecuali ketika anak laki-laki waktu itu usianya di bawah dua tahun dan menyusu pada ibunya," kata Ustazah Nada, panggilan akrabnya kepada Republika.co.id, Selasa (24/10/2023).
Dalam Islam, ibu dan anak laki-laki yang dia adopsi tidak bisa menjadi mahram sampai kapanpun. Artinya, ibu tetap harus menjaga auratnya di depan anak, terutama ketika anak tersebut beranjak dewasa.
"Wudhunya tetap batal apabila tersentuh kulitnya, ibu tetap pakai jilbab di depan anak laki-lakinya, begitu pula sebaiknya antara ayah dan anak perempuan adopsi," katanya.
Selain itu, ayah adopsi juga tidak bisa menjadi wali nikah bagi anak perempuan yang ia adopsi. Karena, mereka tidak memiliki sambungan biologis. "Wali nikahnya harus ayah kandungnya," katanya.
Ada pengecualian jika anak adopsi ini menjadi anak persusuan ibu. Artinya, anak tersebut menyusu pada ibunya sehingga bisa menjadi mahram.
Ini pun ada syaratnya, kata Ustazah Nada. Syaratnya, si anak diadopsi berusia kurang dari dua tahun dan menyusu minimal lima kali susuan kenyang.
"Menyusu kenyang berarti anak yang melepas susu dari ibunya, bukan ibunya yang memaksa lepas," ucap Ustazah Nada.
Jika anak adopsi menyusu pada ibunya saat ia sudah berusia di atas dua tahun, maka hal itu tidak bisa disebut menjadi sepersusuan. Karena, air susu ibu yang masuk ke tubuh si anak tidak lagi menjadi daging baginya, tetapi hanya sebagai tambahan nutrisi.
Kondisi berbeda apabila....