REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu wilayah yang memiliki angka prevalensi stunting yang cukup tinggi di Indonesia adalah Provinsi Banten. Saat ini, Provinsi Banten masih menduduki angka stunting 20 persen yang mana masih di bawah target yang ingin dicapai pemerintah.
Kondisi masyarakat Baduy saat ini, baik Baduy Luar maupun Baduy Dalam didapati banyak anak dengan berat dan tinggi badan yang pertumbuhannya terhambat atau stunting.
Sejauh ini, dalam memenuhi kebutuhan pangan masyarakat Baduy sangat bergantung pada sumber daya alam yang ada. Namun, keterampilan untuk mengolah sumber daya alam tersebut menjadi produk pangan itu sendiri masih sangat terbatas, sehingga sepenuhnya harus membeli dari luar.
Masyarakat suku Baduy, khususnya anak-anak Baduy banyak mengonsumsi susu kental manis, dan jajanan instan seperti mi, cilok, dan sereal kemasan. Menurut warga, mi instan dan cilok adalah makanan kegemaran anak-anak suku Baduy. Kurangnya konsumsi berbagai variasi makanan yang sehat dan bergizi ini dapat menjadi penyebab utama kasus stunting yang masih tergolong tinggi.
Oleh karena itu, diperlukan solusi untuk mengatasi permasalah tersebut, yakni salah satunya dengan memberikan edukasi mengenai pengolahan pangan sehat dan bergizi. Dosen bidang bahan alam, Roshamur Cahyan Forestrania menjelaskan makanan yang bervariasi dan kaya nutrisi penting untuk pemenuhan gizi yang seimbang. Pemenuhan nutrisi yang cukup ini perlu dilakukan pada usia reproduktif wanita, ibu hamil, menyusui dan juga pada anak di awal masa pertumbuhan untuk terhindar dari permasalahan kurang gizi.
Forestrania mengajak suku Baduy mencoba resep makanan sehat dan bernutrisi, yaitu mi sehat dengan bahan utama kacang hiris dan bakso sehat dari ikan tenggiri. Mi sehat dipilih karena merupakan makanan kesukaan masyarakat Baduy, sedangkan bakso sehat dipilih untuk memenuhi kebutuhan protein anak-anak suku Baduy.
“Mie dan bakso ini sehat karena kaya akan serat, serta tidak mengandung bahan pengawet maupun pewarna buatan, dan juga bebas penyedap rasa seperti MSG," ujarnya dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Kamis (12/10/2023).
Prevalensi stunting yang tinggi ini tentu perlu mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah, tenaga kesehatan maupun para pengabdi masyarakat, termasuk Tim Pengabdian Masyarakat (Pengmas) Fakultas Farmasi Universitas Indonesia (FFUI). Mengingat banyaknya penderita stunting di wilayah ini, maka sangat perlu dilakukan kegiatan intervensi untuk mengatasi kondisi tersebut.
Pengmas FFUI melalui hibah Program Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat Universitas Indonesia 2023 Direktorat Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat UI mengusung tema pengabdian masyarakat, “Pemberdayaan Masyarakat Suku Baduy dalam Pengolahan Pangan Sehat dalam Upaya Penanggulangan Stunting”.
Kepala Desa suku Baduy Luar, yang dikenal dengan Jaroh, menyatakan kegembiraannya atas kegiatan ini. Ia menyadari bahwa kebutuhan gizi anak-anak suku Baduy kurang terpenuhi, terutama karena mereka sangat menyukai jajanan cilok. Dengan adanya kegiatan pemberdayaan ibu-ibu suku Baduy ini, diharapkan dapat mengurangi prevalensi anak penderita stunting di Indonesia, termasuk di suku Baduy Luar dan Baduy Dalam.