REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di media sosial beredar video nelayan menemukan muntah paus di tengah laut. Di keterangan video maupun kolom komentar banyak yang mengatakan bahwa nelayan tersebut sangat beruntung karena muntahan paus bisa bernilai hingga miliaran rupiah. Benarkah demikian? Mengapa muntahan paus dinilai begitu berharga?
Jika dijual, muntahan ikan paus atau ambergris di laut bernilai tinggi di pasaran khusus. Ambergris kerap menjadi bahan dasar parfum atau wewangian untuk jenama kelas atas. Selain itu juga digunakan oleh industri rokok maupun obat.
Permintaan tersebut konon lebih tinggi di beberapa negara barat dan Arab Saudi sebagai salah satu produsen parfum yang punya market tinggi. Di Thailand, nelayan penemu ambergris pernah menerima bayaran sampai hampir Rp 21 miliar. Meski demikian, karena kelangkaannya, para produsen parfum juga biasanya mengganti dengan bahan sintesis. Ambergis disebut-sebut mampu menciptakan wangi musk dan untuk waktu yang tahan lama. Sebenarnya bagaimana sejarahnya?
Apa itu ambergris?
Menurut laman ambergrisconnect, dikutip pada Kamis (12/10/2023), ambergris diakui sebagai barang yang sangat langka dan berharga sepanjang sejarah (ambergris telah dikenal dan dianggap sebagai barang perdagangan kekaisaran di Afrika sejak tahun 1000 SM). Ambergris mulai terbentuk ketika paus menghasilkan zat berlemak kaya kolesterol sebagai pertahanan, yang melapisi dan mengelilingi paruhnya sehingga mampu melewati keempat perut paus tanpa menyebabkan terlalu banyak kerusakan pada dinding usus.
Ambergris ditemukan di laut atau di garis pantai di seluruh dunia. Beratnya bisa mencapai lebih dari 100 kg dan dapat berbentuk apa saja, meskipun lebih umum menemukan potongan berbentuk telur dengan berat rata-rata antara 100 gram dan 1 kilogram.
Ada banyak catatan sejarah sejak abad ke-15 yang melaporkan tentang pelaut Eropa yang menemukan ambergris di laut. Pada abad ke-16 dan ke-17 tidak ada undang-undang yang menentukan siapa yang berhak memiliki ambergris yang ditemukan di pantai. Banyak ambergris yang dijual atau diperdagangkan (secara legal atau ilegal) ke Eropa dari luar negeri.
Pada 1667, terdapat belasan teori berbeda mengenai hal ini. Berbagai hewan dianggap sebagai penghasil zat tersebut termasuk anjing laut, buaya, bahkan burung.
Ambergris terkenal karena kualitasnya dan bisa digunakan dalam produksi parfum dan wewangian (seperti musk). Orang Mesir kuno membakar ambergris sebagai dupa, sedangkan di zaman modern digunakan untuk mengharumkan dan memberi rasa pada rokok.
Dalam sejarah terkini, industri tembakau merupakan konsumen terbesar Ambergris, dan masih digunakan pada tembakau pipa kelas atas dan tembakau rokok alami. Orang Cina kuno menyebut zat itu Lóng Xián Xiang dan dihargai karena aromanya, serta nilai medisnya. Selama wabah Black Death di Eropa, masyarakat percaya bahwa membawa bola ambergris yang dicampur dengan bumbu dan rempah-rempah (disebut Pomander) dapat membantu mencegah mereka terkena wabah.
Orang Jepang yang pertama kali mengidentifikasi asal muasal ambergris secara spesifik dari Paus Sperma. Zat ini juga telah digunakan secara historis sebagai penyedap makanan dan dianggap sebagai afrodisiak di beberapa budaya. Selama Abad Pertengahan, orang Eropa menggunakan ambergris sebagai obat sakit kepala, pilek, epilepsi, dan penyakit lainnya.