REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyebut studi epidemiologis soal mikroplastik masih sangat minim sehingga dampaknya pada kesehatan manusia belum dapat diketahui secara pasti.
"Bahaya mikroplastik bagi manusia belum jelas. Studi epidemiologis terkait mikroplastik relatif sedikit," kata Direktur Penyehatan Lingkungan Kemenkes Anas Ma’ruf di Jakarta, Jumat (6/10/2023).
Anas menuturkan minimnya penelitian juga terjadi di Indonesia, sehingga perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui secara pasti dampak buruk dari mikroplastik pada tubuh manusia, terutama yang berkaitan dengan paru-paru serta penderita komorbid seperti asma atau sistem imun.
Sejauh ini, hampir semua studi tentang toksisitas mikroplastik menggunakan model eksperimental dengan dosis mikroplastik yang tinggi. Dampak toksisitas tersebut antara lain stres oksidatif, gangguan metabolisme, gangguan respon imun, gangguan syaraf, serta gangguan reproduksi dan perkembangan.
Anas mencontohkan ada satu penelitian yang melaporkan bahwa dampak tersebut, lebih mungkin terjadi pada pekerja di pabrik polimer. Karena berpotensi rentan terkena dampak penyakit pernapasan kronis dari mikroplastik. Sama halnya dengan kondisi di Amerika Serikat, yang memiliki kasus di mana sekelompok karyawan pabrik nilon didiagnosis menderita penyakit paru interstitial yang berhubungan dengan pekerjaan.
Berkaca dari sejumlah kasus tersebut, Anas meminta masyarakat mulai mengurangi penggunaan plastik dalam kehidupan sehari-hari. Dengan tujuan untuk mengurangi partikel plastik yang berukuran sangat kecil masuk ke dalam tubuh baik melalui mulut ataupun saluran napas.
Ia turut menganjurkan masyarakat untuk menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) seperti menggunakan masker bila keluar rumah. Hal ini merupakan bentuk proteksi diri, setelah sebuah tim penelitian asal Jepang mengumumkan bahwa mikroplastik sudah berhasil menembus ke dalam awan pada Selasa (3/10) lalu.
Dengan berpegangan pada kajian-kajian yang sudah ada sebelumnya, Anas menyatakan Kemenkes sudah melakukan sejumlah upaya untuk mengatasi permasalahan mikroplastik yang berbahaya bagi kesehatan masyarakat secara umum. Upaya pertama yang digencarkan Kemenkes adalah mendorong pengurangan penggunaan plastik kepada masyarakat. Jajarannya juga memperluas pentingnya pengelolaan sampah dalam masyarakat menggunakan metode reduce, reuse, recycle (3R), melalui Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) berupa pengelolaan sampah rumah tangga.
"Kami juga selalu mengimbau masyarakat untuk segera datang ke fasilitas pelayanan kesehatan bila sakit atau mengalami gangguan kesehatan," kata Anas.