REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak 35 siswa SD di Bandung Barat mengalami keracunan massal. Keracunan ini diduga akibat jajanan bernama aci mini atau cimin. Bahkan, satu orang siswa meninggal dunia karena kondisi keracunannya diperberat oleh penyakit penyerta.
Bagaimana cara menghindari terjadinya situasi serupa di kemudian hari?Menurut doktor ahli gizi komunitas, Dr dr Tan Shot Yen MHum, jajanan pinggir jalan di Indonesia masih menjadi masalah besar. Alasannya, pelaku usaha sering kali berjualan tanpa memiliki izin berjualan.
"Apalagi monitoring dinas terkait," jelas dr Tan kepada Republika.co.id pada Rabu (4/10/23).
Dalam situasi seperti ini, dr Tan menilai opsi yang paling aman adalah membawa bekal. Oleh karena itu, dr Tan merekomendasikan orang-orang untuk menyiapkan makanan sendiri dari rumah sebelum beraktivitas ke luar rumah.
"Apalagi buat anak," ujarnya.
Sebagian orang mungkin merasa aman membeli jajanan di pinggir jalan bila gerobak yang digunakan oleh penjual berkondisi bersih. Tak jarang, orang-orang juga merasa aman untuk membeli jajanan bila penjual menggunakan sarung tangan plastik saat mempersiapkan makanan. Ternyata, indikator-indikator seperti ini tidak cukup untuk menjamin keamanan dari suatu jajanan pinggir jalan.
"Tidak (cukup). Kita tidak pernah tahu bahan-bahan yang dipakai aman atau tidak, kedaluwarsa atau tidak," kata dr Tan.
Untuk menjamin keamanan, dr Tan menilai penjual jajanan di pinggir jalan perlu memiliki izin. Selain itu, dr Tan juga menilai perlu adanya pemantauan berkala terhadap jajanan-jajanan tersebut oleh dinas-dinas terkait.
"Makanya, semua mesti berizin, idealnya dengan pemantauan berkala," kata dr Tan.
Risiko masalah kesehatan di balik jajanan pinggir jalan juga sebaiknya tidak disepelekan. Jajanan pinggir jalan yang tidak layak atau terkontaminasi bisa memicu sejumlah masalah pencernaan, mulai dari muntah hingga diare.
"Yang lebih parah tentu keracunan (makanan), ya seperti yang kejadian di sekolah itu," ujar dr Tan.