REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dua kasus kematian akibat infeksi virus Nipah baru saja terdeteksi di India. Ahli menilai kemunculan kasus infeksi virus Nipah di India bisa menjadi ancaman pandemi yang baru.
Saat ini, ada setidaknya lima warga di India yang positif terjangkit virus Nipah. Selain itu, ratusan warga lain juga sedang menjalani tes pemeriksaan virus Nipah.
Nipah merupakan virus zoonosis yang bisa berpindah dari hewan ke manusia. Menurut Organiasi Kesehatan Dunia (WHO), beberapa jenis hewan yang dapat menularkan virus Nipah ke manusia adalah kelelawar buah dan babi.
WHO mengungkapkan, sebagian orang yang terinfeksi virus Nipah bisa tidak merasakan gejala sama sekali. Namun sebagian orang lainnya dapat mengalami gejala yang berat.
Pada orang-orang yang jatuh sakit, mereka bisa merasakan gejala seperti demam, sakit kepala, nyeri otot, muntah, batuk dan sakit tenggorokan, pening, mengantuk, kesadaran berubah-ubah, kejang, dan kesulitan bernapas. Pada manusia yang terinfeksi, virus Nipah juga dapat menyerang otak dan menyebabkan pembengkakan pada otak.
Tingkat kematian akibat infeksi virus Nipah bisa mencapai 75 persen. Sebagai perbandingan, John Hopkins University mengestimasikan bahwa tingkat kematian akibat Covid-19 adalah sekitar 1 persen.
Tak hanya itu, masalah neurologis jangka panjang juga ditemukan pada sekitar 20 persen pasien yang berhasil sembuh dari infeksi virus Nipah. Sebagian dari masalah neurologis tersebut berupa perubahan kepribadian dan gangguan kejang.
Sebelum kasus infeksi virus Nipah terdeteksi di India, sejumlah ilmuwan telah memberikan peringatan terkait ancaman penyakit zoonosis. Ilmuwan dr Melanie Saville dari CEPI misalnya, sempat menyatakan bahwa dunia harus bersiap-siap untuk menghadapi pandemi baru yang lebih besar. Mengingat tingkat kematiannya yang tinggi, infeksi virus Nipah bisa menjadi pandemi baru yang lebih mematikan dibandingkan Covid-19.
"Nipah adalah salah satu virus yang sangat bisa menyebabkan pandemi baru," jelas ilmuwan dari University of Kentucky, dr Rebecca Dutch, seperti dilansir The Sun.
Saat ini, WHO mengategorikan virus Nipah sebagai patogen prioritas dengan potensi pandemi. Sedangkan di Amerika Serikat, virus Nipah dikategorikan sebagai ancaman bioterorisme Kategori C karena bisa direkayasa untuk disebarkan secara massal.
Kasus infeksi virus Nipah paling sering ditemukan di Bangladesh. Di negara tersebut, wabah infeksi virus Nipah terjadi hampir setiap tahun. Pada periode 4 Januari 2023 hingga 13 Februari 2023, Bangladesh telah mengonfirmasi 11 kasus infeksi virus Nipah. Delapan dari 11 kasus tersebut berujung pada kematian.
Selain Bangladesh, ada sejumlah wilayah lain yang dinilai lebih berisiko terhadap wabah infeksi virus Nipah. Wilayah tersebut mencakup Kamboja, Ghana, Madagaskar, Filipina, Thailand, dan Indonesia.