Ahad 03 Sep 2023 08:01 WIB

Suka Overthinking? Lupakan Saja Masa Lalu

Manusia menderita karena terobsesi mengurusi hal-hal yang di luar kendali.

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Natalia Endah Hapsari
Kalau overthinking biasanya identik ke masa depan karena kalau susah move on berarti meninggalkan sesuatu yang seharusnya berada di belakang (ilustrasi).
Foto: www.freepik.com
Kalau overthinking biasanya identik ke masa depan karena kalau susah move on berarti meninggalkan sesuatu yang seharusnya berada di belakang (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Tidak dihindari, sebagian dari kita pernah merasakan overthinking atau berpikir berlebihan. Ini kecenderungan untuk memikirkan suatu hal terus-menerus dan berlebihan.

Nyatanya, overthinking bisa membahayakan kesehatan kardiovaskular. Beberapa masalah yang timbul seperti sakit dada dan pusing. Penulis buku Filosofi Teras Henry Manampiring mengatakan sebenarnya berpikir (thinking) itu diperlukan karena kita manusia rasional.

Baca Juga

“Hanya karena ketambahan ada over, jadinya membawa masalah. Kalau overthinking biasanya identik ke masa depan karena kalau susah move on berarti meninggalkan sesuatu yang seharusnya berada di belakang,” kata Henry di acara Pesta Literasi, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (2/9/2023).

Kalau dalam pendekatan filsafat Stoa, seseorang sering kali pusing karena mengurusi hal-hal yang tidak bisa dikendalikan.

Filsafat Stoa adalah sebuah aliran atau mazhab filsafat Yunani kuno yang didirikan di kota Athena, Yunani oleh Zeno. Stoisisme didasarkan pada hidup yang selaras dengan alam, termasuk apa pun yang ada di dalamnya.

Oleh karena itu, ada istilah dikotomi kendali, yaitu ada hal yang di bawah kendali dan di luar kendali. “Masalahnya manusia menderita karena terobsesi mengurusi hal-hal yang di luar kendali. Namanya saja di luar kendali, mau dipusingkan seperti apa pun tidak ada yang berubah,” ujar dia.

Henry menekankan untuk meninggalkan masa lalu dan fokus pada masa depan. Meskipun jika lebih bijak diperhatikan, tidak semua elemen di masa depan bisa dikendalikan. Namun, daripada terlalu berlarut-larut pada masa lalu, lebih baik tinggalkan. Kemudian fokus pada apa yang bisa dikendalikan sepenuhnya.

“Yang sepenuhnya bisa dikendalikan adalah momen ini. Lima menit, 10 menit lagi kita tidak tahu hidup akan seperti apa. Tapi yang ada di belakang pasti sudah berlalu. Anda hanya punya masa kini untuk bisa mengontrolnya 100 persen,” ucap dia.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement