REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Figur publik Artika Sari Devi mengaku mendengar kasus dugaan adanya pelecehan dalam tahap pemeriksaan tubuh (body checking) kontestan Miss Universe Indonesia. Meski begitu, ia tidak ingin gegabah berkomentar dan merasa perlu mendengar terlebih dulu dari kesaksian kedua belah pihak.
Dari kesaksian para finalis yang ditontonnya di beberapa podcast, Artika mengaku merasa prihatin yang sangat mendalam terhadap korban dugaan pelecehan. Selama 19 tahun bergelut dalam dunia kontes kecantikan, baik sebagai kontestan dan dalam memberikan pembekalan serta mendampingi ratu-ratu kecantikan yang mengikuti kontes di Indonesia maupun internasional, Artika tidak pernah mendengar ada proses body checking seperti yang diberitakan saat ini.
"Apalagi dengan adanya masalah dugaan pelecehan ini sudah mengakibatkan citra kontes kecantikan di Indonesia yang sedang berkembang maju menjadi tercoreng," kata Artika kepada Republika.co.id, Sabtu (12/8/2023)
Menurut Artika, beauty pageant dunia tidak hanya melihat kontestan Indonesia secara fisik. Akan tetapi, juri juga menilai kesiapan diri yang terlihat dari sikap, kematangan berpikir, dan kemampuan menyuarakan pesan, termasuk lewat advokasi yang dilakukan kontestan.
Tugas ratu-ratu kecantikan juga tidak sekadar tampil di atas panggung saat penobatan, tapi justru terlibat langsung membantu dan menjadi juru bicara kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan aspek sosial, pariwisata, lingkungan, pendidikan, pemberdayaan perempuan dan anak, serta masih banyak lagi. Artika menjelaskan bahwa menjadi ratu kecantikan dalam hal ini sebagai Puteri Indonesia adalah titel yang lazimnya diberikan selama setahun, namun memberikan tanggung jawab seumur hidup.
"Pemikiran, sikap dan ucapan kita harus mencerminkan perempuan Indonesia yang anggun, cerdas, punya integritas dan kepedulian tinggi juga ketangguhan mental," ujar Artika yang memenangkan kontes Puteri Indonesia pada 2004 menjadi satu-satunya wakil Asia yang masuk 15 besar pada ajang Miss Universe 2005 di Thailand.
Artika merujuk pada banyaknya pertentangan ketika ia hendak diberangkatkan ke Miss Universe 2005. Ketika itu, sebelum dan sesudah keberangkatannya menuju Miss Universe di Bangkok, beberapa pihak mengecam dan menentangnya hingga terjadi demo besar-besaran oleh Front Pembela Islam (FPI) saat itu.
Artika menyebut, bersama dengan Yayasan Puteri Indonesia (YPI), ia tetap berupaya melakukan usaha persuasif dengan melakukan dengar pendapat ke beberapa instansi. Termasuk di antaranya dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Komnas HAM (Hak Asasi Manusia), dan juga dengar pendapat di komisi VIII DPR (Dewan Perwakilan Rakyat).