Kamis 03 Aug 2023 17:43 WIB

Dialami Banyak Orang Dewasa, Apa Itu Kidult?

Selalu ada sisi anak-anak dalam jiwa orang dewasa.

Kidult bukan sekadar fenomena membeli barang anak-anak, tapi lebih jauh melibatkan perasaan keterikatan dengan produk yang telah mereka gunakan di masa kecilnya/ilustrasi.
Foto: Pexels
Kidult bukan sekadar fenomena membeli barang anak-anak, tapi lebih jauh melibatkan perasaan keterikatan dengan produk yang telah mereka gunakan di masa kecilnya/ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Apakah Anda orang dewasa yang masih menggemari film kartun semacam Doraemon, Upin Ipin, Crayon Shinchan, atau hobi mengoleksi mainan anak-anak dan memperoleh kesenangan saat memainkannya? Jika benar, Anda terdeteksi sebagai pengidap kidult.    

Penelitian di Institute of Cognitive Neuroscience di London menyatakan secara umum zona nyaman perkembangan kehidupan manusia itu ada pada masa kanak-kanak dan masa kanak-kanak itu identik dengan mainan.    

Baca Juga

Fenomena ini diperkenalkan oleh seorang psikolog Jim Ward-Nichols dari Steven Institute of Technology, New Jersey, Amerika Serikat. Kidult merupakan akronim dari kata kid dan adult.    

Meski populer pada medio 1980-an, namun sejumlah penelitian mengungkap bahwa fenomena kidult sebenarnya sudah ada sejak 1960-an, dengan indikasi banyaknya orang dewasa yang masih tinggal bersama orang tuanya atau "menolak untuk dewasa".

Padahal di negara Paman Sam itu sudah menjadi tradisi bahwa mereka akan meninggalkan rumah orang tua ketika mulai masuk bangku kuliah, untuk selanjutnya belajar hidup mandiri. Namun kala itu, jumlah orang dewasa di atas usia 26 tahun yang masih tinggal bersama orang tuanya meningkat dari 11 persen pada 1970 menjadi lebih dari 20 persen di tahun 2005.    

Menjadi kidult, bukanlah perbuatan "dosa" bagi orang dewasa, sehingga tidak usah merasa bersalah, apalagi malu, karena yang berperilaku seperti itu banyak jumlahnya. Dan menurut sebagian besar psikolog, perilaku kidult terbilang, wajar kecuali menunjukkan gejala lain yang lebih kompleks yang mengindikasikan adanya kelainan, semisal menyerupai sifat balita.    

Melakoni peran menjadi manusia dewasa mungkin melelahkan, karena banyak hal yang perlu dipikirkan, segudang beban yang harus ditanggung, dan sejumlah masalah yang mesti diselesaikan. Tatkala rasa lelah mendera, kehidupan anak-anak dengan segala keseruannya tampak begitu menggoda. Jangan menahan diri (karena gengsi) untuk turut larut dalam kegembiraan itu.    

Psikolog anak dan keluarga Samanta Elsener mengungkapkan bahwa seiring manusia bertumbuh dewasa, pasti selalu ada sisi anak-anak dalam jiwanya. Penyebabnya bisa beragam, mulai dari keinginan bernostalgia, kebutuhan bermain sebagai mekanisme koping, hingga regresi.    

Maka fenomena kidult, menurut dia, terbilang wajar saja asal bisa menyeimbangkan tanggung jawab dan kewajiban sebagai orang dewasa.

Sementara sebuah studi dari Journal of the Korean Society yang dibuat Ji Ha-cha dan Keum Hee-hong menyebutkan, kidult bukan sekadar fenomena membeli barang anak-anak, tapi lebih jauh melibatkan perasaan keterikatan dengan produk yang telah mereka gunakan di masa kecilnya.        

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement