REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hari Raya Idul Adha menjadi salah satu momen yang dinantikan oleh umat Islam. Perayaan ini identik dengan penyembelihan dan pembagian daging hewan qurban.
Namun, kaum Muslimin tetap perlu mencermati kehalalan daging hewan qurban. Sebab daging kurban bisa berstatus haram karena alasan tertentu.
Dikutip dari Halal Corner pada Rabu (28/6/2023), secara fikih, kehalalan daging hewan qurban ditinjau dari tata cara penyembelihannya. Hewan yang disembelih dengan cara yang tidak syar’i, status hukumnya menjadi haram.
Kemudian faktor kondisi saat penyembelihan juga perlu diperhatikan, yaitu memastikan hewan sudah dalam keadaan mati. Jika hewan masih dalam keadaan hidup saat dipotong, maka bukan mati karena disembelih, tapi akibat kesakitan
Daging qurban yang demikian pun merupakan bangkai dan statusnya menjadi haram. “Semua yang dipotong dari hewan dalam keadaan masih hidup adalah bangkai” (HR Abu Daud dan At Tirmidzi).
Sementara itu, dikutip dari pusat data Republika.co.id, ada setidaknya tiga penyebab yang membuat daging kurban menjadi haram. Pertama, saat disembelih, tidak dibacakan asma Allah (basmallah) atau disembelih dengan menyebut nama selain Asma Allah SWT. Hal ini sesuai firman Allah SWT dalam Alquran surah Al An’am ayat 145.
Kedua, Rasulullah SAW memerintahkan kita berbuat baik kepada seluruh makhluk. Tidak diperbolehkan untuk berbuat aniaya (zalim), begitu pula kepada hewan qurban.
Ketiga, daging yang terpotong ketika hewannya masih hidup, maka diharamkan memakannya. Rasulullah menyebutnya sebagai bangkai.
Lalu bagaimana solusinya bagi penerima hewan kurban apabila tidak mengetahui pasti status kehalalan daging yang diterima? Dalam konteks ini, Rasulullah SAW menganjurkan untuk membaca basmallah sebelum menyantap daging tersebut.
Sebagaimana hadits berikut: Dari Aisyah RA, sesungguhnya ada seseorang yang berkata, “Ya Rasulullah SAW, ada suatu kaum yang memberi kami daging, tapi kita tak tahu apakah mereka menyebut nama Allah (saat menyembelihnya) atau tidak.” Rasulullah SAW kemudian mengatakan, “Bacalah basmallah kemudian makanlah” (HR Bukhari, Abu Daud, Ibnu Majah, Daruqudni, dan Ad Darimi).