REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aktivitas berpacaran seolah sudah menjadi hal lumrah dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Padahal, agama Islam dengan jelas melarang pacaran karena dinilai mendekati perbuatan zina.
Di dalam Alquran surah Al Isra ayat 32, Allah SWT telah mengingatkan manusia sebagai makhluk ciptaan-Nya, "Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk."
Dalam surat tersebut, disebutkan bahwa berpacaran masuk dalam kategori zina. Dalam Islam, zina adalah persetubuhan antara laki-laki dan perempuan tanpa ikatan pernikahan. Dosa juga akan timbul meski hanya "sekadar" berduaan dan berpegangan tangan di antara yang bukan mahram.
Jika anak tumbuh remaja dan sudah mulai berpacaran, dosanya ditanggung siapa? Orang tuanyakah atau anak itu sendiri?
Dalam kanal Youtube Al Bahja TV, di video bertajuk "Dosa Pacaran Orang Tua yang Menanggungnya, Benarkah?" Buya Yahya mengatakan, siapa saja yang memperbolehkan anaknya berpacaran, apalagi sampai melakukan hubungan badan tanpa ikatan pernikahan, orang tuanya itu akan dimintai tanggung jawab soal didikan kepada anaknya semasa ia hidup.
Sebaliknya, orang tua akan bebas dari pertanggungjawaban di akhirat bila sudah mengajarkan anaknya untuk tidak bermaksiat. Namun, bila anaknya itu sudah dididik, tapi mengabaikan, anak itu yang akan menanggung dosanya dan orang tua terbebas dari tuntutan Allah SWT.
"Seorang anak jika bermaksiat, tidak akan dosanya kepada sang bapak kecuali karena bapak tidak mendidik. Kalau bapaknya tidak mendidik, baru dapat bagian karena anak protes, bapak saya tidak mendidik saya," ujar Buya kepada jamaah.
Namun, jika seorang bapak sudah mendidik anak, tapi anaknya masih menyeleweng, maka orang tua tidak akan dituntut oleh Allah. "Tinggal pacarannya itu hasil didikan sang bapak atau tidak. Kalau didikan sang bapak, dapat bagian itu bapak," ujar alumnus S-2 Universitas Al-Ahgaf, Hadramaut, Yaman, ini.