Ahad 28 May 2023 13:45 WIB

Nge-Vape Dekat Anak, Jangan Dikira Aman!

Rokok elektrik alias vape tidak aman bagi kesehatan.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Reiny Dwinanda
Vape (ilustrasi). Paparan aerosol dari rokok elektrik juga akan menghambat kinerja makrofag dalam menangkal virus dan bakteri yang masuk ke paru-paru.
Foto:

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Paparan asap rokok elektrik sering kali dianggap tidak berbahaya dan tidak berdampak pada kesehatan. Dokter spesialis anak subspesialisasi pulmonologi respirologi Dimas Dwi Saputro menegaskan bahwa rokok elektrik alias vape sangat berbahaya karena bisa memicu pneumonia yang mengancam jiwa anak, bahkan orang dewasa.

Dokter Dimas menjelaskan, rokok elektrik mengeluarkan aerosol yang ukuran partikelnya di bawah 1 mikron atau ultrafine particle. Artinya, ketika aerosol terhirup, maka akan bisa menembus saluran alveoli yang berfungsi sebagai pertukaran oksigen dan karbondioksida pada paru-paru. Jika alveoli terganggu, bisa dipastikan pertukaran gas juga akan terhambat.

Baca Juga

Selain itu, paparan aerosol dari rokok elektrik juga akan menghambat kinerja makrofag dalam menangkal virus dan bakteri yang masuk ke paru-paru. Ketika aerosol terhirup, makrofag hanya akan fokus menangkal aerosol tersebut, dan membuat pekerjaannya untuk menangkal virus dan bakteri lain tidak optimal.

"Kalau sudah begitu, maka tubuh akan semakin mudah terinfeksi penyakit," kata dr Dimas dalam seminar daring bertajuk "Hari Tanpa Tembakau Sedunia, disimak di Jakarta, Sabtu (27/5/2023).

Dokter Dimas mencontohkan, ketika terkena virus, anak seharusnya hanya mengalami batuk pilek biasa. Akan tetapi, karena kerja makrofag tidak optimal, sakitnya bisa semakin parah sampai ke saluran napas bawah.

"Jadilah radang paru atau pneumonia. Intinya, semua titik respiratori pada saluran napas bisa terdampak oleh rokok elektrik," kata dr Dimas.

Berbicara soal dampak dari paparan asap rokok elektrik, dr Dimas kemudian merujuk pada sebuah studi berjudul "Secondhand nicotine vaping at home and respiratory symptoms in young adults". Studi kesehatan dari California, AS ini dikumpulkan dengan survei tahunan berulang dari 2014 (usia rata-rata 17,3 tahun) hingga 2019 (usia rata-rata 21,9 tahun).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement