REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Wanita Indonesia Keren (WIK) memaparkan temuan, yang menyebut bahwa satu dari dua masyarakat Indonesia memiliki gangguan kesehatan mental. WIK menyatakan Indonesia sedang menghadapi darurat kesehatan mental.
“Indonesia sedang menghadapi darurat kesehatan mental. Akhir-akhir ini, banyak terjadi flexing, bullying, kekerasan yang dilakukan banyak kalangan,” kata Ketua WIK, Maria Ekowati dalam jumpa pers “WIK Dorong Kesehatan Mental Masuk dalam UU Kesehatan” di Jakarta Selatan belum lama ini.
Fenomena gangguan mental saat ini, yaitu flexing, narsis, KDRT, bullying, intimidatif. Maria menyarankan orang harus mulai peduli dengan lingkungan sekitar, jika menemui tindakan tersebut. “Jika ada kecenderungan flexing atau narsis, itu gangguan kesehatan mental,” ujar psikolog itu.
Menurut penelitian, Maria mengatakan narsis dan flexing secara signifikan dipengaruhi gangguan kepribadian dan psikologis di masa kecil. “Temuan satu dari dua masyaakat Indonesia merasa dirinya punya masalah kesehatan mental,” kata dia.
Maria mengatakan persentase komulatif orang Indonesia dengan masalah kesehatan mental sebanyak 52 persen. Kualitas keparahan kesehatan mental ini juga dialami perempuan lintas usia, termasuk ibu hamil, menyusui, dan ibu dengan anak usia dini.
Merujuk pada laporan INdonesia National Adolescent Mental Health-SUrvey (I-NAMHS) 2023, Maria menjabarkan masalah kesehatan mental paling menkhawatirkan, yaitu, satu dari tiga remaja mengalami kesehatan mental, satu dari 20 remaja ada gejala gangguan mental dalam 12 bulan terakhir, dan 15,5 juta (34,9 persen) remaja mengalami masalah mental tingkat sedang.
Masalah kesehatan mental pada populasi penduduk usia anak juga tinggi. Di Semarang, 57 persen anak TK mengalami gangguan mental emosional. Di Denpasar, 83,3 sersen anak usia 6 tahun menunjukkan skala emosi abnormal. Di Jakarta, 28 persen anak usia dini mengalami perkembangan emosional meragukan.