Jumat 26 May 2023 13:31 WIB

Tak Segera Ditangani, Sifilis Bisa Merusak Jantung Hingga Otak

Penderita sifilis perlu segera diobati.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Reiny Dwinanda
Bahaya sifilis (Ilustrasi). Jika ditangani sejak awal, penyakit sifilis dapat disembuhkan.
Foto: Republika
Bahaya sifilis (Ilustrasi). Jika ditangani sejak awal, penyakit sifilis dapat disembuhkan.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pakar kesehatan dari Universitas 'Aisyiyah (Unisa) Yogyakarta, Suratini, mengingatkan pentingnya penderita sifilis untuk diobati. Hal ini disampaikan mengingat masih banyak kasus sifilis di DI Yogyakarta yang tidak mengakses pengobatan di fasilitas pelayanan kesehatan.

Suratini menyebut, penyakit menular seksual (PMS) ini perlu ditangani sejak awal. Jika tidak, dapat merusak organ-organ dalam tubuh, seperti jantung hingga otak.

Baca Juga

"Jika ditangani sejak awal, penyakit sifilis dapat disembuhkan. Sifilis yang tidak ditangani dan tidak diobati dapat menyebabkan kerusakan organ jantung, otak, dan organ lainnya, hingga dapat mengancam jiwa penderitanya," kata Suratini kepada Republika.co.id, Jumat (26/5/2023).

Suratini menjelaskan bahwa penularan sifilis rata-rata membutuhkan waktu hingga 21 hari, dengan rentang 10 hingga 90 hari. Semakin lama untuk ditangani, penularan penyakit berjuluk raja singa itu bisa semakin menyebar ke bagian tubuh lain.

"Penyebaran ini dengan tingkat keparahan yang bertahap," ujar Suratini.

Untuk itu, Suratini mengimbau agar penderita sifilis dapat mengakses pengobatan. Dengan demikian, penyakit tersebut diharapkan tidak semakin menularkan kepada orang lain.

"Pada populasi rentan kesehatan ini sebaiknya kita dukung untuk menjalani pengobatan agar sembuh dan tidak menularkan kepada orang lain," katanya.

Dinas Kesehatan (Dinkes) DI Yogyakarta menyebut bahwa masih banyak penderita sifilis yang belum diobati. Hal ini karena sebagian dari penderita penyakit ini tidak mau mengakses pengobatan ke fasilitas layanan kesehatan.

Padahal, kasus sifilis ini terus meningkat tiap tahun, berdasarkan data Sistem Informasi HIV-AIDS (SIHA). Bahkan, peningkatannya tercatat mencapai lebih dari 100 persen sejak 2020 lalu di DI Yogyakarta.

"Ini kan penularannya karena seksual, mungkin ada yang malu, ini yang susah ya. Ketika orang tidak mau mengakses, kami tidak bisa apa-apa juga," kata Kepala Bidang Pengendalian Penyakit Dinkes DIY, Setyarini Hestu Lestari.

"Ada yang takut, malu, padahal sebetulnya ketika dia datang ke layanan kesehatan insya Allah dilayani oleh teman-teman kami," kata Setyarini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement