REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bulimia Project meminta penghasil gambar berbasis kecerdasan buatan (AI) untuk menghasilkan gambaran fisik pria dan wanita yang sempurna. Untuk melakukannya, AI mempelajari miliaran foto di media sosial yang menggambarkan sosok pria atau wanita menawan. Bagaimana hasilnya?
Dalam studi ini, ada tiga mesin penghasil gambar berbasis AI yang digunakan oleh Bulimia Project. Ketiga mesin penghasil gambar tersebut adalah Dall-E 2, Stable Diffusion, dan Midjourney.
AI dari ketiga mesin penghasil gambar tersebut lalu melakukan penelusuran foto di media sosial. Meski cara kerjanya tak diketahui, AI kemungkinan melakukan penilaian terhadap foto-foto tersebut berdasarkan interaksi yang terjadi pada unggahan foto, termasuk jumlah like dan komentar.
Setelah menganalisis miliaran foto di media sosial dan internet, ketiga mesin penghasil gambar berbasis AI ini merilis sejumlah gambar yang menunjukkan wanita atau pria sempurna versi mereka. Tim peneliti lalu menemukan adanya karakteristik fisik yang cukup mendominasi di antara gambaran pria dan wanita "sempurna" ini.
Pada gambaran wanita "sempurna", karakteristik yang paling mendominasi adalah rambut pirang, mata coklat, dan kulit berwarna olive. Hampir 40 persen gambaran wanita sempurna memiliki rambut pirang, sekitar 30 persen memiliki mata cokelat, dan lebih dari 50 persen memiliki kulit berwarna olive.
Sementara pada gambaran pria "sempurna", hampir 70 persennya memiliki rambut berwarna cokelat dan 23 persennya memiliki mata cokelat. Selain itu, mayoritas pria "sempurna" juga memiliki kulit berwarna olive dan hampir setengah gambaran pria "sempurna" memiliki rambut di wajah.
Secara umum, gambaran pria dan wanita sempurna menurut AI juga tampil dengan bentuk tubuh yang kencang dan ramping. Mereka juga tampak memiliki karakteristik seperti bibir penuh layaknya karakter kartun, tak memiliki kerutan wajah dan pori-pori di kulit, serta bentuk hidung yang sedikit melengkung di bagian ujungnya.
Karakteristik-karakteristik "sempurna" ini cenderung tidak realistis. Sering kali orang-orang mendapatkan karakteristik "sempurna" ini melalui prosedur operasi plastik atau penggunaan filler.
Ironisnya, beragam karakteristik "sempurna" ini telah menjadi standar kecantikan fisik di media sosial. Hal ini turut didukung oleh beragamnya filter di media sosial yang dapat mengubah tampilan orang-orang sesuai dengan standar kecantikan tersebut.
"Jadi, mengapa berusaha untuk menjadi sosok ideal yang tak realistis? Akan jauh lebih sehat secara fisik dan mental untuk menjaga ekspektasi citra diri sesuai dengan realitas," ujar pihak Bulimia Project, seperti dilansir Mail Online.
Studi berbeda yang dilakukan oleh University of Montreal di 2019 sempat menyoroti dampak negatif dari penggunaan media sosial terhadap citra diri. Menurut studi ini, semakin banyak waktu yang digunakan oleh remaja untuk mengakses media sosial, semakin menurun rasa percaya diri mereka dan semakin besar gejala depresi yang mereka rasakan.