REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seorang perempuan ahli psikologi klinis dari Sleep Disorder Centre di Guy's Hospital NHS Foundation Trust, Dr Maja Schaedel, mengungkapkan bahwa salah satu pertanyaan paling memusingkan yang kerap ia terima adalah mengenai kecenderungan orang-orang yang terbangun dari tidur di malam hari. "Banyak pertanyaan 'Apa yang harus saya lakukan saat terbangun dari tidur di malam hari?'," kata Schaedel seperti disiarkan The Independent, Jumat (28/4/2023).
Schaedel yang juga salah seorang pendiri The Good Sleep Clinic mengatakan bahwa terbangun dari tidur di malam hari amat mungkin disebabkan oleh banyak faktor. Misalnya, gerakan dari kaki yang gelisah atau entakan ringan anggota tubuh lainnya.
"Bisa pula karena gangguan pernapasan saat tidur, atau kecenderungan untuk buang air kecil yang menjadi lebih sering seiring bertambahnya usia," kata Schaedel.
Mencermati hal tersebut, lanjut Schaedel, maka menjadi penting untuk mengetahui persis hal-hal terkait kesulitan fisik apa yang mungkin membuat tidur seseorang menjadi mudah terganggu.
Ia menjelaskan bahwa hal yang umum terjadi adalah berawal dari gangguan tidur kemudian berkembang menjadi permasalahan psikologis, misalnya insomnia. Keadaan itu muncul, kata Schaedel, ketika tubuh dan otak merespons keadaan dan berjuang untuk kembali tertidur atau terjaga di malam atau dini hari.
"Bahkan, ketika tidak ada hambatan fisik sekalipun untuk tidur, seseorang masih saja kesulitan untuk melakukannya. Tentu kita semua memahami betapa frustrasi mesti terbangun dengan perasaan kesal dan lelah," kata Schaedel.
Sementara itu, Wakil CEO The Sleep Charity, Lisa Artis, menjelaskan bahwa tidur adalah bagian penting dari kesehatan, sama halnya seperti diet dan olahraga. "Tidur turut memengaruhi suasana hati, perilaku, dan kesejahteraan kita secara keseluruhan. Jadi, kurang tidur dapat menyebabkan gangguan besar pada kehidupan sehari-hari seseorang," ucapnya.
Maka, berikut ada beberapa saran dari Dr Maja Schaedel dan Lisa Artis yang bisa diterapkan agar seseorang dapat memperoleh tidur nyenyak yang diidam-idamkan.
Miliki buku catatan harian tidur
"Luangkan waktu sejenak pada sore hari untuk menuliskan hal-hal apa saja yang dipikirkan atau dikhawatirkan sepanjang hari," kata Schaedel.
Hal itu, dapat membantu membiasakan tubuh dan otak untuk memahami konsep waktu bahwa siang hari adalah saat untuk berpikir, sedangkan malam hari adalah waktunya untuk istirahat dan tidur. Sedangkan Artis menyarankan dengan adanya buku catatan harian maka seseorang dapat melakukan identifikasi permasalahan apa yang membuatnya tetap terjaga.
"Terkadang, permasalahannya ada pada kebiasaan tidur yang buruk, misalnya minum terlalu banyak kafein sebelum tidur, tidak berolahraga, atau tidak menjaga kebersihan aktivitas tidur," jelasnya.
Jangan berupaya melawan
Tidak perlu memaksa untuk bisa tidur dengan cepat dan nyenyak. Amat baik untuk membuat kedua mata tetap terbuka menahan kantuk selama beberapa saat, sambil menjaga perasaan tetap riang dan siap tertidur dengan perlahan.
"Tidur akan menghampiri Anda. Semakin pikiran seseorang merasa rileks, maka semakin mudah ia jatuh tertidur," kata Artis.
Tidak perlu memantau pergerakan jam
"Saat seseorang tidak melepaskan pandangan dari sebuah jam, maka pikiran akan mulai berkelana dan menghitung-hitung seberapa banyak waktu yang tersisa baginya untuk tidur," kata Artis memberi peringatan.
Ia melanjutkan bahwa keadaan tersebut membuat pikiran seseorang berkelana terhadap hal-hal yang harus ia hadapi pada pagi hari atau hari-hari setelahnya. Hal itu turut memicu munculnya stres dan rasa cemas.
"Rasa frustrasi sering bereaksi dengan pilihan cara untuk melawan atau lari. Akibatnya, pikiran mulai berpacu, detak jantung dan tekanan darah meningkat. Pada akhirnya semua itu mencegah seseorang untuk kembali tidur," terang Artis
Pensiunkan gawai
"Usahakan menahan hasrat untuk mengecek apa yang terjadi di dunia melalui ponsel atau gawai pintar lain. Mengecek ponsel seringkali mengarahkan seseorang untuk membuka pesan, surat elektronik, atau media sosial, yang pada dasarnya membuat otak kembali bekerja," imbuh Artis.
Selain itu, kata Artis, paparan blue light dari layar gawai turut berperan menekan hormon melatonin di otak yang memberi tahu kepada tubuh bahwa sudah saatnya untuk bangun dan bekerja.
"Maka, cara terbaik adalah menahan keinginan mengutak-atik gawai pintar sejak awal dan memastikan tidak ada unsur berbau teknologi di atas kasur sebelum seseorang pergi tidur," jelasnya.
Berdamai dengan pikiran
Ketika pikiran mulai berkecamuk pada malam hari, ujar Schaedel, maka anggap saja sebagai sesuatu yang melintas cepat di dalam otak dan tak perlu memikirkannya berlarut-larut.
"Tidak masalah hal semacam itu melintas di dalam pikiran dan sangat normal. Tetapi, tidak perlu untuk terlibat lebih mendalam dengan pemikiran tadi. Menghabiskan waktu untuk memperhatikan dan merenungkan pemikiran semacam itu hanya akan memberi mereka energi," kata Schaedel.
Fokus pada hal-hal sederhana
"Tetaplah menjaga pikiran pada momentum yang tengah terjadi, misalnya pada kancing piyama, lipatan pada seprai, termasuk gerak naik turun perut saat bernapas dalam posisi terlentang," saran Schaedel.
Menurutnya, ketika pikiran seseorang mulai berkelana ke sana ke mari, maka tidak perlu menunggu waktu lama untuk menariknya kembali kemudian mencermati keadaan sesungguhnya di atas tempat tidur.
Tetap santai
Proses relaksasi otot dapat membantu untuk mengendalikan stres dan kecemasan sehingga memudahkan seseorang terlelap. Hal ini, kata Schaedel, bisa diterapkan dengan cara menegangkan lalu mengendurkan otot satu per satu.
"Lakukan dengan berfokus pada aktivitas menegangkan dan melemaskan beberapa otot di tubuh secara sistematis," pendeknya.
Bangkit dan berpindah
Jika setelah 20 menit masih belum berhasil untuk kembali terlelap, kata Lisa Artis, maka cobalah untuk bangkit dan berpindah ke ruangan lain. Pastikan saat itu kondisi lampu dalam keadaan redup dan lakukan beberapa hal yang santai dan tenang.
"Hindari teknologi. Aktivitas membaca, mendengarkan musik, menerapkan teknik relaksasi atau meminum segelas susu dapat dipilih untuk memicu rasa mengantuk," beber Artis.
Memaksakan diri tetap terjaga di atas kasur, imbuh Artis, dapat mengurangi efisiensi tidur karena seseorang terlanjur mengasosiasikan tempat tidurnya dengan aktivitas lain seperti terjaga, merencanakan atau mengkhawatirkan sesuatu --dan bukannya untuk tidur.