REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-Dokter spesialis penyakit dalam konsultan gastroenterologi hepatologi, Prof Dr dr H Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, MMB, FINASIM, FACP mengatakan mi instans dikatakan sehat atau tidak tergantung seberapa sering mi tersebut dikonsumsi. Lalu adakah batasan seberapa sering sebaiknya konsumsi mi instan?
Menurut Prof Ari, mengenai batasan konsumsi mi instans sifatnya relatif. "Mengenai sering atau tidak seringnya itu tertentu, sesuai kebutuhan," ungkap guru besar pada Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo kepada Republika.co.id, Rabu (26/4/2023).
Jika mi instan hendak dikonsumsi sehari-hari, maka yang harus diperhatikan adalah kandungan gizinya. Dalam satu bungkus mi instans, menurut Prof Ari, tidak lengkap gizinya. Jumlah karbohidrat cukup, komponen protein tidak cukup. Belum lagi kandungan garam memicu hipertensi.
Ia mengatakan makanan yang baik dikonsumsi adalah makanan yang segar, yaitu makanan yang benar-benar baru dimasak, misalnya nasi, lauk, ayam goreng dengan sambal. "Jadi memang kita sebenarnya berusaha menghindari makanan praktis seperti ini, mengingat idealnya adalah makanan-makanan yang kita masak sendiri," ujarnya.
Tapi, menurut Prof Ari, tentu tidak semua orang dalam kondisi yang mudah memasak makanan sendiri, jadi ini bisa menjadi alternatif buat orang-orang yang tidak punya waktu membuat makanan sendiri. Karena dengan mi instan ini begitu praktis, hanya direbuskan air kemudian segera bisa dikonsumsi.
"Ini sesuatu makanan yang sifatnya emergensi. Bila kita tidak memungkinkan untuk masak sendiri, ini bisa jadi alternatif untuk makanan kita," ujarnya.
Tapi, lanjut Prof Ari, apabila kita punya suatu kondisi di mana kita tidak dalam keadaan terburu-buru, kita bisa mengonsumsi makanan yang kita masak sendiri tidak perlu dengan tambahan mi instan tentu kita tidak perlu. ''Jadi sekali lagi sesuai dengan kebutuhan dan harus mengetahui komponen gizi yang ada di masing-masing makanan tersebut," ujarnya.