Senin 10 Apr 2023 16:08 WIB

Kecanduan Olahraga Bukan Mitos, Apa Saja Tanda-tandanya?

Jika tanda ini teridentifikasi, konsultasikan dengan praktisi kesehatan mental.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Qommarria Rostanti
Seseorang kecanduan olahraga (ilustrasi). Kondisi kecanduan olahraga primer mengacu pada kecanduan perilaku terhadap olahraga.
Foto: www.freepik.com
Seseorang kecanduan olahraga (ilustrasi). Kondisi kecanduan olahraga primer mengacu pada kecanduan perilaku terhadap olahraga.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kecanduan olahraga bukan hanya mitos. Ada banyak penelitian tentang prevalensi kecanduan olahraga, yang juga disebut "ketergantungan olahraga", khususnya pada atlet triatlon. Triatlon adalah serangkaian kompetisi olahraga lari, renang, dan bersepeda.

Sebuah studi terhadap 1.285 atlet triatlon menemukan bahwa 20 persen peserta menunjukkan tanda-tanda kecanduan. Orang yang berkompetisi pada jarak jauh berisiko lebih besar mengalami kecanduan. Studi lain terhadap atlet triatlon amatir dan profesional menemukan tingkat kecanduan antara 20-30 persen secara keseluruhan, dan 41 persen pada kelompok profesional.

Baca Juga

Kondisi kecanduan olahraga primer mengacu pada kecanduan perilaku terhadap olahraga yang dimulai dengan niat untuk meningkatkan kinerja, namun kerap berubah menjadi kebutuhan obsesif untuk berolahraga. Ada juga kecanduan olahraga sekunder, yakni dorongan untuk berolahraga terkait gangguan makan, dengan tujuan utama membakar kalori dan mengendalikan berat badan.

Penilaian risiko yang divalidasi secara ilmiah dan diskusi Konsensus Komite Olimpiade Internasional tentang kesehatan mental menegaskan bahwa kedua jenis kecanduan olahraga itu menjadi ancaman nyata bagi atlet. Meskipun, sebagian orang mungkin sulit percaya bahwa seseorang bisa kecanduan pada kegiatan yang kelihatannya begitu sehat.

Dikutip dari laman Triathlete, Senin (10/4/2023), ada beberapa alasan neurobiologis mengapa atlet triatlon lebih mungkin mengalami kecanduan olahraga. Studi pada atlet daya tahan menunjukkan bahwa latihan volume tinggi, serta dedikasi yang sangat tinggi untuk olahraga yang ditunjukkan oleh sebagian besar atlet triatlon cenderung memicu perilaku ketergantungan.

Pelatihan berjam-jam dapat menciptakan ketergantungan kimiawi dari pelepasan neurotransmiter mirip opioid. Itu berarti suasana hati pelaku olahraga mungkin akan menderita tanpa masuknya zat kimia saraf yang menenangkan dan menenangkan saat olahraga.

Demikian pula, penelitian telah menunjukkan bahwa pencapaian tujuan yang terkait dengan menyelesaikan latihan dan bersaing dapat menyebabkan masuknya dopamin. Hormon itu akan membuat seseorang kembali melakukan latihan fisik, lagi dan lagi.

Banyak ciri kecanduan zat juga ditemukan pada pengidap kecanduan olahraga. Atlet yang kecanduan olahraga mungkin merasa tidak bisa berhenti memikirkan pelatihan bahkan saat bekerja, bersama keluarga, atau selama aktivitas lainnya. Konflik dapat muncul ketika dia berbohong tentang seberapa banyak kita berlatih, terus berolahraga saat cedera, atau bahkan dalam keadaan berbahaya.

Pengidap ketergantungan olahraga juga mungkin mengalami perubahan suasana hati, serta merasa sedih, cemas, tertekan, dan/atau lesu sampai dia bisa berlatih. Saat tidak bisa berolahraga, dia mungkin merasa lebih cemas, bingung, atau murung.

Semua faktor kecanduan tersebut diperparah oleh citra diri. Penelitian tentang persepsi budaya atlet ketahanan menunjukkan bahwa ketakutan seputar kenaikan berat badan dan ukuran tubuh merajalela. Studi terperinci tentang media sosial yang berorientasi kebugaran menunjukkan bahwa kita dikondisikan untuk mengasosiasikan pengejaran atletik dengan kesuksesan pribadi serta ketekunan.

Beberapa tanda bahaya kecanduan olahraga antara lain selalu mengiyakan setiap ajakan berlatih, bahkan ketika telah menyelesaikan sesi latihan. Tanda lain yaitu penggunaan berlebihan pelacak kebugaran, pelacak aktivitas, dan pelacak kalori untuk mengatur latihan dan nutrisi.

Bahkan, seseorang bisa saja tidak menghadiri rapat penting serta membatalkan rencana dengan teman dan keluarga, demi melakukan sesi olahraga ekstra. Tanda bahaya lain yaitu ketika seseorang berbohong tentang seberapa banyak frekuensi latihan, serta memaksakan diri berlatih saat cedera, sakit, atau di waktu rehat.

Langkah pertama dalam memahami risiko kecanduan olahraga adalah dengan melakukan penilaian mandiri yang berkualitas seperti "Inventarisasi Kecanduan Latihan". Jika teridentifikasi salah satu tanda bahaya ketergantungan, segera konsultasikan dengan praktisi kesehatan mental yang berspesialisasi dalam kecanduan olahraga.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement