REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Bulan Ramadhan memiliki tempat khusus di hati umat Islam di seluruh dunia. Bulan suci ini ditandai dengan puasa, doa, dan refleksi spiritual.
Ramadhan juga kental dengan beragam tradisi yang berbeda dari satu budaya ke budaya lainnya. Di jantung dunia Islam, negara-negara seperti Arab Saudi, Mesir, dan Yordania merayakan Ramatheir dengan adat dan ritual yang dihormati waktu.
Dilansir dari Halal Times, Selasa (4/4/2023), Ramadhan ditandai dengan shalat berjamaah di masjid, buka puasa yang luas (makan untuk berbuka puasa, dan pertemuan keluarga yang disayangi.
Memberi hadiah dan berbagi makanan khusus merupakan bagian utuh dari perayaan, dengan makanan manis tradisional seperti kunafa dan baklava menghiasi meja makan bersama dengan hidangan gurih. Lentera, sering kali dirancang dengan rumit, menerangi rumah dan jalan, melambangkan harapan serta pencerahan spiritual.
Sedangkan di negara-negara Asia Selatan seperti di India, Pakistan, dan Bangladesh, buka puasa bersama sering menampilkan kuliner lokal yang nikmat, seperti haleem, pakora, dan chaat buah. Semangat memberi dicontohkan melalui zakat, atau sumbangan chakra fae, yang disalurkan kepada yang kurang mampu.Kemudian, tradisi Asia Selatan yang unik adalah praktik “Roza Kushai”, yang merayakan puasa pertama seorang anak dengan pertemuan keluarga dan pertukaran hadiah.
Selanjutnya, di negara-negara Asia Tenggara, seperti Indonesia, Malaysia, dan Filipina, Ramadhan ditandai dengan rasa kebersamaan dan koneksi yang kuat. “Buka puasa” sering dilakukan di masjid atau pusat komunitas, mengumpulkan keluarga, teman, dan tetangga.
Di Indonesia, “padusan” adalah ritual sebelum Ramadhan yang melibatkan penyucian diri dengan air dari permukaan Bumi sebagai simbol pemurnian spiritual. Di Filipina, kebiasaan “duyan” melibatkan menggantung kue beras di keranjang hias di luar rumah sebagai tanda berbagi dan niat baik.
Di negara dengan mayoritas non-Muslim seperti Amerika Serikat, Inggris Raya (UK), dan Kanada, umat Islam menghadapi tantangan menjalankan Ramadhan di lingkungan sekuler. Banyak masjid menyelenggarakan buka puasa komunitas dan acara antar agama untuk menumbuhkan rasa memiliki dan mempromosikan pemahaman antar budaya.
Platform internet dan media sosial juga memainkan peran penting dalam menghubungkan umat Islam dari berbagai latar belakang, menawarkan dukungan sumber daya, dan komunitas virtual untuk berbagi pengalaman dan belajar satu sama lain.
Di antara segudang kebiasaan dan praktik yang mendefinisikan Ramadhan, buah kurma muncul sebagai kehadiran yang konstan dan menyatukan. Kaya akan nutrisi dan gula alami, kurma telah menjadi makanan pokok di Timur Tengah selama ribuan tahun.
Signifikansi kurma dalam tradisi Islam dapat ditelusuri kembali ke Nabi Muhammad, yang berbuka puasa dengan kurma dan air. Saat ini, umat Islam di seluruh dunia melanjutkan praktik ini. Hal tersebut melambangkan warisan spiritual bersama dan hubungan dengan asal usul keyakinan mereka.
Selain kepentingan historis dan simbolisnya, kurma menawarkan nutrisi penting yang berkontribusi pada kesehatan secara keseluruhan selama bulan puasa. Selain itu, tindakan berbuka puasa dengan kurma melampaui batas budaya dan geografis, menumbuhkan rasa persatuan dan kebersamaan di antara umat Islam.
Saat keluarga dan komunitas berkumpul di sekitar meja buka puasa yang dihiasi dengan piring-piring kurma, mereka diingatkan akan nilai-nilai universal yang menopang bulan suci, yaitu kasih sayang, rasa syukur dan komitmen bersama terhadap iman mereka.