REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyakit jantung juga dikenal sebagai "silent killer". Menurut Harvard Medical School, diperkirakan 45 persen dari semua serangan jantung datang tanpa gejala.
Sebuah studi baru yang diterbitkan dalam Annals of Internal Medicine menemukan bahwa hampir setengah dari peserta ditemukan memiliki tanda-tanda penyakit jantung koroner atau aterosklerosis, yakni penumpukan plak di arteri yang dapat membatasi aliran darah. Padahal, mereka sebelumnya tidak memiliki gejala.
Para peneliti dari Rumah Sakit Universitas Kopenhagen, Denmark, mempelajari lebih dari 9.000 orang berusia 40 tahun atau lebih yang tidak memiliki gejala dan tidak memiliki riwayat penyakit jantung. Dokter menggunakan angiogram, yaitu gambar medis yang menunjukkan bagian dalam jantung untuk menentukan hasilnya.
Sedikit lebih dari separuh peserta tidak memiliki tanda-tanda penyakit jantung. Namun, 36 persen memiliki "penyakit nonobstruktif", yang berarti ada penumpukan plak di arteri tetapi tidak cukup untuk menyebabkan penyumbatan.
Lalu, 10 persen lainnya memiliki "penyakit obstruktif", yang melibatkan penumpukan plak signifikan yang dapat mempersempit atau menyumbat arteri. Mereka yang menunjukkan penyakit obstruktif dan ekstensif berada pada risiko tertinggi serangan jantung di masa depan.
Dalam waktu sekitar 3,5 tahun, ada 193 orang yang terlibat dalam penelitian tersebut telah meninggal dan 71 orang mengalami serangan jantung. Dilansir Fox News, Ahad (2/4/2023), seorang ahli jantung preventif di Baptist Health Miami Cardiac & Vascular Institute, Florida Selatan, Amerika Serikat, Adedapo Iluyomade, meninjau hasil temuan tersebut.
"Studi ini mendukung pentingnya berfokus pada pencegahan dini dan identifikasi dini pasien, yang dianggap berisiko tinggi untuk kejadian kardiovaskular di masa depan,” kata dr Iluyomade yang tidak terlibat dalam penelitian ini.
Center for Disease and Control Prevention (CDC) mengatakan faktor risiko utama untuk penyakit jantung ialah merokok, tekanan darah tinggi, diabetes, obesitas, kolesterol low-density lipoprotein (LDL) tinggi, diet tidak sehat, gaya hidup, dan paparan asap rokok. Beberapa faktor risiko, seperti jenis kelamin dan usia, tidak dapat diubah. Pria memiliki risiko yang lebih tinggi, begitu pula orang yang berusia di atas 65 tahun.
"Tetapi pada saat yang sama, penelitian telah menunjukkan bahwa proses aterosklerosis dimulai sangat awal dan sangat diam-diam," kata dr Iluyomade.
Dokter memperingatkan bahwa sejak usia 10 atau 11 tahun, lapisan lemak sudah dapat ditemukan di arteri. Pada akhirnya, ini dapat berkembang menjadi penumpukan plak yang signifikan di arteri.
"Ada beberapa faktor risiko, seperti genetika, aspek lingkungan, dan peradangan kronis yang tidak dapat dengan mudah dimasukkan ke dalam kalkulator risiko atau alat penilaian," kata dia.
"Aterosklerosis koroner sering berkembang tanpa adanya gejala karena faktor risiko yang mendasarinya, seperti tekanan darah tinggi dan kolesterol tinggi, biasanya juga tidak menimbulkan gejala," kata seorang ahli jantung di The Ohio State University Wexner Medical Center, dr Jim Liu.
Penting bagi pasien untuk menemui tenaga medis untuk secara rutin memastikan faktor risiko tersebut ditangani. Dr Iluyomade berharap peningkatan ketersediaan pemeriksaan kesehatan jantung untuk orang tanpa gejala dapat membantu menyelamatkan nyawa mereka.