Jumat 03 Mar 2023 17:30 WIB

Cerita Henna dan Kosmetika Halal

Pasar kosmetik halal diproyeksikan naik tiga kali lipat.

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Natalia Endah Hapsari
Banyak orang lebih suka menggunakan kosmetika halal (ilustrasi)
Banyak orang lebih suka menggunakan kosmetika halal (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kosmetik dan produk perawatan pribadi bersertifikat halal semakin populer. Bahkan, pasar kosmetik halal diproyeksikan akan mencapai 52,02 miliar dollar AS (Rp 796,9 triliun) pada 2025, meningkat tiga kali lipat dari 2015.

Mempercantik tangan dan kaki pun sudah banyak orang memilih menggunakan produk halal. Sebagian besar popularitas ini berkaitan dengan pertumbuhan populasi Muslim global, dan permintaan terkait produk kecantikan yang kompatibel dengan ajaran Islam.

Baca Juga

Halal biasanya berkaitan dengan makanan, Alquran menegaskan makanan tertentu yang secara khusus dilarang atau haram, sementara yang diperbolehkan ini adalah halal. Namun, istilah halal dapat digunakan secara lebih universal, mencakup produk dan layanan lain, hingga aspek kehidupan seseorang.

Karena tidak ada aturan khusus tentang kosmetik pada masa Nabi Muhammad, maka para ulama menganggap cocok untuk menggunakan aturan halal bagi makanan ini untuk kosmetik.

Artinya, kosmetik halal tidak boleh berasal dari hewan, kecuali hewan yang diperbolehkan disembelih secara halal, tidak boleh dari serangga, manusia, atau minuman keras seperti alkohol, meskipun beberapa pelarut alkohol yang tidak memabukkan masih diperbolehkan.

Meskipun aturan itu tidak disetujui semua Muslim, banyak yang berpendapat aturan ini disahkan oleh ulama yang mungkin memiliki pengetahuan terbatas tentang industri kosmetik, karena fokus utama mereka adalah agama.

Beberapa percaya aturan tersebut hanya relevan untuk kosmetik yang secara fisik masuk ke mulut, seperti obat kumur atau pasta gigi. Selain itu, kosmetik dirancang untuk tetap berada di permukaan kulit dan tidak terserap ke dalam kulit.

Lantas bagaimana jika menggunakan henna? Henna telah bertahan selama berabad-abad, melampaui batas asalnya, menyebar begitu jauh dan luas sehingga tidak ada yang tahu di mana sebenarnya ia tumbuh untuk pertama kalinya.

Dikenal dengan pohon pacar, tanaman yang digunakan orang Mesir kuno dan direkomendasikan oleh para nabi, sebelum penelitian medis menegaskan henna dapat menjadi obat, berkah, dan pertanda baik sepanjang waktu dan sejarah.

 

Di Mesir kuno, wanita banyak menggunakan kosmetik, baik untuk kulit maupun rambut. Mereka suka mewarnai rambut mereka, terutama dengan warna merah dan coklat menggunakan bubuk pohon pacar atau henna ini.

Henna tidak hanya digunakan untuk mewarnai rambut, tetapi juga digunakan oleh wanita Mesir kuno untuk memoles kuku mereka. Henna juga digunakan untuk mengecat tangan dan kaki mereka pada acara-acara perayaan, sebuah kebiasaan yang masih dilakukan sampai sekarang.

Dilansir dari TRT World, masyarakat Palestina pun memiliki kebiasaan mentato tangan dan kaki dengan henna. Menurut sejarawan Nasser al Yafawi, tato henna merupakan bagian dari warisan Palestina.

Ini pertama kali digunakan oleh orang Fenisia di Levant pada tahun 1500 SM, khususnya di Lebanon dan Palestina. “Orang Fenisia menato tangan dan wajah mereka dengan henna sebagai bagian dari ritual pagan. Belakangan, henna menjadi bagian dari ornamen wanita,” kata Yafawi.

Ia mengatakan bahwa tato henna selalu menjadi bagian dari ritual tradisional pernikahan Palestina. Tangan dan kaki mempelai wanita dicat dengan pacar menyerupai lukisan dinding pada malam sebelum pernikahannya.

Henna sudah ada sejak ribuan tahun lalu dalam tradisi Kristen dan Islam, dan praktiknya melambangkan keberuntungan, kesehatan, dan sensualitas. Ketika Islam mulai dikenal pada abad ketujuh, tato dengan tinta tidak diperbolehkan lagi.

Dulu, Palestina memiliki tradisi menato dengan tinta yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi suku, menunjukkan status perkawinan, atau untuk kecantikan. Praktik tato tinta memudar dalam beberapa dekade setelahnya, karena banyak umat Muslim menganggap itu sebagai hal yang haram dalam Islam.

Lalu tumbuhlah popularitas henna di Palestina yang diperbolehkan dalam Islam tentunya, dan telah menjadi alternatif dari tato tinta. Dengan henna, desainnya tidak bertahan selamanya, dan wanita memiliki pilihan untuk memiliki desain baru.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement