Jumat 13 Jan 2023 14:10 WIB

Cara Bedakan Serangan Jantung dan Panik, Keduanya Punya Gejala Mirip

Serangan panik tidak menimbulkan bahaya langsung, berbeda dengan serangan jantung.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Qommarria Rostanti
Serangan jantung dan serangan panik mempunyai gejala yang hampir mirip. Begini cara membedakannya. (ilustrasi).
Foto: www.freepik.com.
Serangan jantung dan serangan panik mempunyai gejala yang hampir mirip. Begini cara membedakannya. (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jantung berdebar kencang, sulit bernapas, pusing, dan mual sering dianggap sebagai tanda serangan jantung. Memang benar demikian, namun gejala-gejala yang sama juga bisa menandakan serangan panik. Lantas bagaimana cara membedakannya?

Menurut Andrew Klein, ahli jantung di Piedmont Heart Institute di Atlanta, Amerika Serikat, beberapa gejala dari dua kondisi tersebut hampir mirip. "Ini bisa sangat menantang bagi pasien untuk diuraikan," ujar Klein dikutip dari laman Men's Health, Jumat (13/1/2023).

Baca Juga

Serangan jantung terjadi ketika aliran darah ke otot jantung tersumbat atau terhambat. Biasanya, karena penumpukan plak di arteri. Serangan jantung bisa mendadak, tetapi bisa juga diawali nyeri ringan atau rasa tidak nyaman di dada yang berangsur-angsur memburuk.

Gejalanya mungkin juga datang dan pergi sebelum pasien benar-benar mengalami serangan jantung penuh. Sementara, serangan panik sama sekali tidak berhubungan dengan jantung. Itu adalah kondisi yang tiba-tiba, sering kali sebagai respons terhadap situasi stres tertentu, seperti karena merasakan ketakutan yang hebat atau gejala fisik.

Dalam serangan panik, tubuh mungkin masuk ke mode "bertarung atau lari" sebagai respons terhadap stres. Mode tersebut lantas mempercepat detak jantung dan pernapasan sehingga sensasi yang muncul mungkin terasa seperti serangan jantung.

Menurut Anxiety and Depression Association of America, serangan panik tidak menimbulkan bahaya langsung. Berbeda dengan serangan jantung yang mengancam jiwa dan membutuhkan perhatian medis yang cepat.

Masalahnya, kedua kondisi itu memiliki banyak gejala yang sama, termasuk rasa sakit di dada, jantung berdebar kencang, pusing, berkeringat, sesak napas, dan mual. Namun, ada perbedaan mendasar.

Berdasarkan keterangan dari Mayo Clinic, serangan panik biasanya dibarengi perasaan cemas yang intens, takut kehilangan kendali, atau takut akan kematian. Gejala lain yang muncul yakni gemetar, kesemutan, mati rasa, dan hiperventilasi (napas memburu yang tidak normal).

Nyeri dada pada serangan jantung cenderung terasa sesak, tertekan, atau diremas. Sementara, nyeri dada pada serangan panik lebih sering dibarengi perasaan akan datangnya malapetaka. Lokasi nyeri di bagian tubuh lain pada kedua serangan ini pun berbeda.

Nyeri atau rasa tidak nyaman pada rahang, leher, lengan, punggung, atau bahu lebih sering dialami pasien serangan jantung. Untuk serangan panik, rasa sakit biasanya terpusat di dada. Serangan panik mungkin diakibatkan oleh situasi yang membuat stres secara emosional, tetapi tidak selalu demikian. Sementara, serangan jantung terkadang terjadi setelah aktivitas fisik, seperti naik tangga.

Berkeringat secara intens sering kali merupakan tanda serangan jantung. Utamanya, jika seseorang berkeringat namun suhu ruangan di sekitarnya tidak panas. Itu biasanya merupakan tanda bahwa tubuh mencoba mengirimkan alarm, terutama jika ada sesak napas.

Gejala serangan panik bisa berlangsung selama beberapa menit hingga lebuh dari satu jam. Setelah mereda, biasanya seseorang akan merasa lebih baik. Sementara, gejala serangan jantung cenderung datang dan pergi, bisa menjadi lebih parah selama beberapa jam atau beberapa hari.

Apabila seseorang mengalami nyeri dada dan sesak napas, sebaiknya segera memeriksakan diri. Pemeriksaan jantung rutin, termasuk melakukan elektrokardiogram (EKG) dan tes darah untuk memeriksa enzim jantung, perlu juga dilakukan.

Klein mengatakan, berkonsultasi dengan dokter penting untuk memantau kesehatan secara keseluruhan. Sedangkan, jika mengalami kecemasan dan stres serta dugaan serangan panik, segera temui ahli kesehatan mental.

"Setiap orang harus mengurus kedua hal itu. Menjaga tubuh, tapi juga menjaga mental, yang sama pentingnya untuk meningkatkan kualitas hidup," kata Klein.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement