REPUBLIKA.CO.ID,SLEMAN -- Peneliti University of Southampton, Elizabeth Schroeder-Butterfill menyampaikan hasil temuan penelitiannya mengenai jaringan perawatan lanjut usia (lansia) di Indonesia. Dalam penelitian yang dilakukan sejak 2019, dirinya menemukan bahwa peran keluarga dalam perawatan lansia tetap kuat.
"Yang jelas bahwa peran keluarga sangat kuat sekali di Indonesia. Dalam konteks keluarga peran anak perempuan, menantu, paling penting, tapi yang menarik bahwa anak laki-laki juga terlibat dalam perawatan orang lansia," kata Elizabeth dalam dalam acara Diskusi Stakeholder dan Diseminasi Studi tentang Jaringan Perawatan Lansia yang diselenggarakan Universitas Atma Jaya Jakarta, University of Southampton dan Surveymeter di Hotel UC UGM, Sleman, DIY, Selasa (10/1/2022).
Elizabeth menjelaskan pasangan lansia tersebut kerap kali menjadi pendamping utama. Namun tidak jarang pendamping juga sudah lansia atau bahkan juga sudah mengalami masalah kesehatan. Penelitian juga menemukan bahwa perawatan lansia dilakukan oleh cucu, keponakan, saudara jauh, dan tetangga, hanya saja komitmen yang diberikan mereka tidak sama seperti komitmen anak atau pasangannya.
"Secara ideal perawatan dibagi ke beberapa keluarga untuk memberikan perawatan yang dibutuhkan lansia," ujarnya.
Studi juga menemukan bahwa keluarga mengalami kewalahan. Kewalahan disebabkan karena beberapa alasan, salah satunya kebutuhan lansia jangka panjang atau kompleks. Masalah kesehatan dan emosional lansia juga jadi penyebab pendamping alami kewalahan.
"Bantuan juga bisa melelahkan anggota keluarga apalagi ada banyak kegiatan sehari-hari yang harus dilayani pendamping keluarga seperti mandi, menyuapi," ujarnya.
Kemiskinan juga menjadi faktor kewalahan pendamping dalam merawat lansia. Kemiskinan menyebabkan pendamping tidak mampu membelikan alat bantu untuk merawat lansia.
"Faktor penting sekali adalah kemiskinan keluarga. Jadi rata-rata dalam keluarga miskin perawatan jauh lebih susah karena mungkin mereka tidak bisa membeli alat bantu," tuturnya.
Selain itu penelitian tersebut juga menemukan bahwa tidak semua lansia mempunyai keluarga. Beberapa diantaranya ditinggal anaknya yang pergi jauh dari kediaman orang tuanya, sehingga para lansia tersebut terpaksa harus hidup mandiri.
"Lansia tanpa anak berusaha mandiri walaupun mereka memang perlu bantuan," katanya.
Temuan lain yang mengkhawatirkan dirinya adalah rendahnya penggunaan layanan kesehatan BPJS di kalangan orang lansia. Rendahnya penggunaan layanan BPJS Kesehatan disebabkan memiliki pengalaman tidak memuaskan terkait layanan BPJS Kesehatan.
"Responden mengekspresikan kurang percaya kepada BPJS, walaupun punya BPJS mereka harus antri lama, tidak mendapat penjelasan dari petugas kesehatan. Walaupun ada contoh baik tetapi BPJS yang muncul di studi kami beberapa masalah di BPJS," terangnya.
"Karena dianggap sakit tua keluarga lebih cenderung membeli obat warung atau ajmu daripada mengantar orang lansia ke puskesmas atau rumah sakit," imbuhnya.
Penelitian menggunakan metode kualitatif etnografi. Dirinya mewawancarai 10-15 orang lansia yang tergantung di lima provinsi di Indonesia. Kelima provinsi tersebut yaitu Jakarta, Sumatera Barat, Yogyakarta, Malang, dan Nusa Tenggara Timur.
Selain itu penelitian tersebut juga melakukan wawancara terhadap para pendamping lansia, dan melakukan observasi lansia dan perawatannya sehari-hari. Beberapa informan juga diwawancarai seperti petugas kesehatan, kader lansia, tokoh masyarakat, dan tokoh agama.
Sementara itu Pimpinan Pusat Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Atma Jaya Jakarta Yvonne Suzy Handajani menilai
layanan kesehatan dinilai penting untuk menjangkau para lanjut usia (lansia). Hal tersebut menjadi salah satu rekomendasi yang disampaikan dalam studi komparatif perawatan lanjut usia (lansia) yang dilakukan atas kerja sama antara Unika Atma Jaya Jakarta dan University of Southampton (UK), bersama dengan Loughborough University (UK) dan Oxford University (UK).
"Ada empat rekomendasi yang perlu diprioritaskan oleh stakeholder baik pemerintah, masyarakat sipil, maupun komunitas, pertama, hambatan penggunaan layanan kesehatan pada lansia harus diatasi. Kedua, layanan kesehatan harus menjangkau lansia," kata Yvonne.
Kemudian rekomendasi yang ketiga, relawan perawatan kesehatan dan perawat informal membutuhkan pelatihan. Lalu diperlukan perlindungan sosial untuk dukungan ekonomi.
"Paradoks bahwa lansia yang paling membutuhkan perawatan medis dan sosial justru tidak dapat mengakses layanan kesehatan karena ringkih/renta, masalah mobilitas, disabilitas, atau kemiskinan, perlu segera diatasi," ujarnya.