REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Belakangan ini, warganet dihebohkan dengan kisah perselingkuhan viral antara menantu dan mertua di media sosial. Tak sedikit warganet yang bertanya-tanya mengapa perselingkuhan tersebut bisa terjadi.
Secara umum, psikolog klinis dan konselor keluarga, Novy Yulianty MPsi Psikolog, mengatakan setiap perselingkuhan pada dasarnya diawali dengan nafsu. Ketika seseorang berada di fase ini, dia merasakan reaksi seperti rasa deg-degan saat melihat seseorang yang bukan pasangannya atau merasa tersipu hanya dengan mendengar suara orang tersebut.
"Kalau seseorang bisa mengendalikan itu, sudah setop di situ, tapi ketika ada orang yang tidak bisa mengontrol diri, dia masuk ke tahap selanjutnya, yaitu attraction," lanjut Novy.
Di tahap attraction, Novy mengatakan seseorang akan mulai melakukan upaya agar bisa mendekati atau berinteraksi dengan orang yang dia sukai. Upaya ini bisa berupa mencari tahu informasi seputar orang tersebut, mendekati secara langsung, atau meminta bantuan orang lain untuk mengenalkan dirinya kepada orang tersebut, dan lainnya.
Fase yang terakhir adalah fase attachment. Di fase ini, perselingkuhan yang terjadi sudah melibatkan bonding yang mencakup hubungan-hubungan emosional, termasuk hubungan seksual.
Terkait penyebab perselingkuhan secara umum, Novy mengatakan ada beberapa faktor yang bisa berperan. Salah satu dari faktor tersebut adalah karakteristik diri dari pelaku perselingkuhan.
"Sering kali, banyak orang men-judge ada masalah di kedua belah pihak (ketika perselingkuhan terjadi), padahal tidak selalu seperti itu," jelas Novy kepada Republika.co.id melalui sambungan telepon, Senin (2/1/2023).
Faktor lain yang juga bisa mendorong terjadinya perselingkuhan adalah relasi yang tidak sehat dalam sebuah hubungan. Menurut Novy, relasi yang sehat dalam sebuah hubungan ditandai dengan adanya komunikasi yang terjalin dengan baik, adanya kemampuan untuk menyelesaikan masalah secara efektif, dan adanya kemampuan untuk mengenali kebutuhan pasangan masing-masing, termasuk kebutuhan emosional.
"Kurang mengenali hal itu bisa membuat seseorang merasa tak terpenuhi (kebutuhannya)," kata Novy.
Hal senada juga diungkapkan oleh psikolog klinis Nadya Pramesrani. Nadya mengungkapkan bahwa ada banyak faktor yang bisa mendasari terjadinya perselingkuhan. Namun, bila mengacu pada beberapa penelitian, benang merah dari beragam faktor tersebut adalah adanya ketidakpuasan.
"Ketidakpuasan terhadap hubungan yang sedang dijalin atau terhadap diri atau pasangan," ujar Nadya kepada Republika.co.id.
Padahal, lanjut Nadya, berselingkuh justru akan memperburuk kondisi ketidakpuasan tersebut. Terlepas dengan siapa pun perselingkuhan itu dilakukan, Nadya mengatakan efek perselingkuhan pada hubungan sama buruknya seperti menghancurkan dua pilar utama dalam rumah tangga, yaitu komitmen dan rasa percaya.
Terkait masalah perselingkuhan, Nadya mengatakan tidak semua perselingkuhan bisa berujung pada rekonsiliasi. Namun, tak semua perselingkuhan harus berakhir dengan perceraian. Semua itu akan sangat bergantung pada kekuatan fondasi hubungan serta komitmen pada pasangan untuk bisa memulihkan hubungan mereka.