REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di seluruh dunia jumlah anak penderita myopia (mata minus) kian lama semakin meningkat. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memprediksi bahwa pada tahun 2050 setengah populasi dunia akan menderita myopia.
Dokter Spesialis Mata, Zoraya Ariefia Feranthy menjelaskan myopia adalah kelainan refraksi yang mana penderitanya kesulitan melihat objek di jarak jauh. Hal ini tentu sangat mempengaruhi aktivitas keseharian dan proses belajar penderitanya. Beberapa penelitian di luar negeri membuktikan bahwa pasca pandemi Covid 19 angka penderita myopia semakin meningkat.
"Diduga, salah satu penyebabnya adalah pembatasan aktivitas luar ruangan selama masa pandemi, serta semakin meningkatnya aktivitas jarak dekat seperti penggunaan gawai yang berlebihan," ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Rabu (16/11/2022).
Myopia yang diderita anak sejak usia dini, memiliki resiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan myopia yang terjadi pada usia anak yang lebih lanjut. Myopia terjadi ketika bayangan jatuh di depan retina mata. Hal ini terjadi akibat kekuatan optik (optical power) tidak sesuai dengan panjang axial bola mata.
Kesulitan untuk melihat objek dengan jarak yang jauh menjadi gejala utama dari myopia. "Bagi anak-anak usia sekolah, kesulitan melihat papan tulis menjadi salah satu cirinya," ungkapnya.
Selain itu, gejala myopia pada anak juga bisa diperhatikan jika seorang anak kerap mengalami sakit kepala, kelelahan mata, menyipitkan mata, atau bahkan memiliki postur kepala yang tidak normal.
Menurut penelitian terdapat dua faktor utama penyebab myopia, yakni faktor genetika dan faktor kebiasaan. Saat ini banyak sekali penelitian terkait gen yang diduga sebagai penyebab myopia yang dilakukan di berbagai pusat penelitian di dunia termasuk di Singapura.
Penelitian mengenai gen terkait myopia masih terus dikembangkan, dengan harapan suatu hari dapat menjadi salah satu pilihan terapi pencegahan dan pengobatan mata dengan myopia. Dikatakan bahwa anak yang memiliki orang tua dengan myopia memiliki resiko lebih tinggi untuk menderita myopia.
Namun hal tersebut dipengaruhi oleh faktor gizi, lingkungan, kebiasaan, dan faktor eksternal lainnya. Faktor kedua yang menyebabkan myopia adalah faktor lingkungan dan kebiasaan anak.
"Berbagai penelitian terbaru telah membuktikan bahwa kurangnya aktivitas di luar ruangan, membaca buku atau menggunakan perangkat elektronik secara menerus dan kurangnya kadar vitamin D dalam tubuh dapat membuat seseorang beresiko lebih tinggi mengalami myopia," paparnya.