Selasa 15 Nov 2022 11:29 WIB

Menikmati Slow Life di Tengah Kabut Ubud

Lokasi terpencil dengan pesona alamnya sengaja dipilih brand resor asal Jepang ini.

Panorama areal Hoshinoya Bali yang dikelilingi lembah dan Sungai Pakerisan di pinggiran Ubud di Tampaksiring, Gianyar, Bali.
Foto: dok Hoshinoya
Panorama areal Hoshinoya Bali yang dikelilingi lembah dan Sungai Pakerisan di pinggiran Ubud di Tampaksiring, Gianyar, Bali.

REPUBLIKA.CO.ID, GIANYAR -- Selimut kabut putih usai hujan sore adalah pemandangan langka yang masyarakat kota besar. Di Banjar Pengembungan, Desa Pejeng Kangin, Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar, Bali, kabut usai hujan, suara sungai yang deras, musik dari sahut-sahutan serangga hutan, hingga alunan merdu bunyi katak adalah hal biasa.

Pesona alam asli di pinggiran Ubud tersebut justru menjadi nilai jual bagi tamu yang menginap di resor bernama Hoshinoya Bali. General Manager Hoshinoya Bali, Takaaki Yasuda, yang saya temui pekan lalu di Bali mengatakan, pilihan saat pertama ingin membangun hotel dari grup Hoshino Resorts adalah tidak di area pantai, atau di Kuta yang ramai. "Kami memilih Ubud, tapi yang bukan di tengah kotanya," ujar Yasuda.

Baca Juga

Hoshinoya Bali memang berlokasi sekitar 20 menit dari jantung Kota Ubud yang populer dengan wisata belanja, Monkey Forest, serta deretan butik-butik kecil yang cantik, dan aneka kafenya. Menjauh dari keramaian, Hoshinoya Bali terletak di dalam area persawahan dan perkampungan setempat.

"Kami cari area yang terpencil tapi masih belum jauh sekali. Kami harus berbeda dengan yang lain," kata Yasuda.

Ia menerangkan hotel Hoshinoya lain di Jepang juga memiliki konsep yang sama. Yaitu tidak di tengah kota dan sengaja terletak di area yang lebih sepi.

Pemilihan area di atas bukit Sungai Pakerisan juga bukan tanpa alasan. Aliran sungai Pakerisan yang dianggap suci oleh masyarakat setempat ini berada tepat di bawah lembah vila-vila Hoshinoya berdiri. Yasuda mengatakan, sungai tersebut sejak dulu kala memberikan napas kehidupan bagi hutan sekitarnya.

Rancangan resor ini pun dibuat berlandaskan filosofi spiritual Hindu Bali, yakni mengedepankan keseimbangan antara manusia dan alam atau skala dan niskala. Vila yang didirikan dalam kerimbunan hutan seakan menggantung dari di sisi lembah dan dikelilingi oleh aliran sungai suci Pakerisan.

Sementara desain taman yang dirancang oleh Hiroki Hasegawa, mengedepankan pola ruang-ruang terbuka untuk umum, yang menonjolkan keindahan lembah dan dengan jalan setapak dari kayu berliku-liku mengikuti kontur bukit. Di pinggir lembah, dek untuk jalan setapak dibangun tepat di atas kanal subak yaitu sistem irigasi sawah tradisional Bali.

Tamu yang menginap di Hoshinoya tidak akan menemukan bangunan dengan banyak kamar seperti hotel lainnya. Berkonsep resor, Hoshinoya Bali hanya memiliki 30 vila yang dirancang membentuk pola perumahan dengan nuansa tradisi Bali.

Hoshinoya Bali digarap dari segi arsitektur oleh arsitek Jepang Rie Azuma. Elemen Jepang yang minimalis hadir bangunan Hoshinoya Bali. Penataan ruang berkonsep Jepang diperkaya dengan elemen khas budaya Bali.

photo
Salah satu aliran subak yang dipertahankan di dalam kompleks Hoshinoya Bali yang berlokasi 20 menit dari pusat wisata Ubud di Gianyar, Bali. - (dok Hoshinoya)

Misalnya, dinding setiap vila dihiasi ukiran kayu bergambar dengan kisah yang berbeda tentang flora dan fauna di kerimbunan hutan Ubud. Dinding batu di tempat bersantai dan duduk-duduk di tepi kolam juga menyajikan ukiran yang bermotif satwa dan tanaman.

Shoji atau pintu geser khas Jepang terdapat di sebagian besar sudut vila. Bila di Jepang shoji umumnya dibuat dari kertas, maka di Ubud kertas terganti dengan kaca. Lampu khas Jepang atau andon juga digunakan sebagai aksesoris, bedanya andon di sini berlapiskan motif batik khas Indonesia.

"Ada banyak hal-hal yang sebenarnya sangat Jepang yang kami terapkan di sini, yang biasanya cuma disadari orang-orang yang rutin ke Jepang," kata Yasuda. Misalnya, alas batu koridor menuju vila sengaja dibuat tidak lurus tapi dibuat dengan motif kombinasi horizontal dan vertial. Sesuatu yang disebut Yasuda sangat Jepang.

Koridor yang tidak luas tersebut dikatakannya seperti rumah-rumah di Jepang yang areanya tidak luas. "Kami coba menggabungkan elemen Bali dan Jepang ini secara simpel tapi fungsional," ujarnya.

Selain alamnya yang menjadi fitur utama bagi tamu yang menginap di Hoshinoya Bali, tamu juga didorong untuk menikmati suasana liburan di hotel saja dengan mengikuti sejumlah aktivitas yang tersedia secara gratis. Misalnya wisata ke sawah, ke banjar setempat, berkreasi dengan ikut kelas origami, kelas membatik, kelas membuat matcha, kelas membuat wedang Indonesia, hingga menikmati spa.

"Kami ingin pengunjung menikmati slow life di sini, makanya tidak ada televisi atau jam dinding di kamar," ujar Yasuda.

photo
Membuat canang khas Bali menjadi salah satu aktivitas di Hoshinoya Bali. - (dok Hoshinoya)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement