Rabu 26 Oct 2022 15:39 WIB

BPOM Diminta Adakan Tes Kualitas Produksi Jenis Obat

Pemeriksaan kualitas obat diperlukan demi selamatkan nyawa anak Indonesia.

Pemeriksaan kualitas obat diperlukan demi selamatkan nyawa anak Indonesia.
Foto: ANTARA/Asep Fathulrahman
Pemeriksaan kualitas obat diperlukan demi selamatkan nyawa anak Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin meminta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk mengadakan tes kualitas produksi berbagai jenis obat guna mencegah terjadinya gagal ginjal pada anak lebih meluas. "Kita sudah koordinasi dengan BPOM untuk setiap batch produksi itu, kalau bisa dites quality control nya karena wewenangnya kan adanya di sana," kata Budi, saat ditemui usai Gerakan Nasional Aksi Bergizi 2022 yang diikuti di Jakarta, Rabu (26/10/2022).

Budi menekankan pemeriksaan kualitas itu sangat diperlukan sebagai suatu upaya baik untuk menyelamatkan nyawa anak-anak bangsa yang saat ini sedang berada dalam bahaya karena adanya gagal ginjal akut dan berbagai jenis virus. Pemeriksaan kualitas produk itu, katanya, juga dapat memperkuat pemantauan jenis obat-obat berbahaya, di saat Kementerian Kesehatan mengusahakan pengadaan obat bagi pasien gagal ginjal jantung dalam jumlah yang banyak.

Baca Juga

Budi menuturkan saat ini, pemerintah sedang berusaha mendatangkan lebih banyak obat Fomepizole. Di mana pemerintah sedang melangsungkan tahap finalisasi pembelian obat penawar gagal ginjal yang berasal dari Amerika dan Jepang.

"Saya juga kemarin saat datang ke Singapura kita minta lagi, sudah diberikan 10 vial. Australia sudah datang 16 vial. Kalau sekarang, kita sedang finalisasi beli dari Amerika dan Jepang," ujarnya.

Setelah diberikan obat, katanya, pasien dengan gagal ginjal akut seperti di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta mengalami perbaikan kondisi. Artinya, obat tersebut efektif untuk mengurangi keparahan. "Kita coba di RSCM dari 10 bayi balita yang kena serangan ginjal, yang data kita 57 persen meninggal itu tujuh sudah sembuh. Tiga bayi yang biasanya kondisinya menurun, itu jadi stabil. Oleh karena itu, kita lihat bahwa efikasinya, ketangguhannya itu bagus," kata Budi.

Kemudian, jumlah kasus yang ditemukan juga mulai turun drastis karena adanya kebijakan pemberhentian sementara penjualan obat dalam bentuk cair atau sirop. "Kita lihat setelah kita berhentikan penjualan obat sirup di apotek itu, dilaporkannya dua kasus, yang biasa tadinya 30-40, sekarang turun drastis, dua tiga hari jadi ketemu tiga kasus," ujarnya.

Sebelumnya, Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI Mohammad Syahril menyebutkan perkembangan kasus gangguan ginjal akut per 24 Oktober 2022 sudah ada sebanyak 255 kasus yang berasal dari 26 provinsi. Di mana sebanyak 143 pasien dilaporkan meninggal dunia atau setara 56 persen dari total kasus.

Berdasarkan hasil penyelidikan bersama Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), kasus gangguan ginjal akut di Indonesia menjurus pada penyebab keracunan obat sirup. Lonjakan kasus gangguan ginjal akut terjadi karena adanya cemaran kimia pada obat tertentu yang sebagian sudah teridentifikasi, di antaranya etilen glikol (EG), dietilen glikol (DEG), dan etilen glikol butil eter (EGBE).

Atas dasar itu, pemerintah mengambil kebijakan untuk menyetop penggunaan, peredaran, hingga pemberian resep obat sirup kepada masyarakat per 18 Oktober 2022. "Kebijakan itu untuk sementara berhasil mencegah penambahan kasus baru di RSCM sebagai rujukan nasional ginjal," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement