Sabtu 22 Oct 2022 17:15 WIB

Memperhatikan Frekuensi Buang Air Kecil Anak Bisa Cegah Gagal Ginjal Akut

Jika anak tidak bisa buang air kecil, maka bisa berlanjut ke gagal ginjal akut.

Pelanggan membeli produk farmasi di pasar obat di Jakarta, Indonesia, 21 Oktober 2022. Kementerian Kesehatan Indonesia dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) telah mengumumkan larangan semua sirup resep dan obat cair serta penjualan bebasnya setelah laporan 206 kasus gangguan ginjal akut dari 20 provinsi dengan jumlah kematian sedikitnya 99 anak pada tahun ini.
Foto: EPA-EFE/Bagus Indahono
Pelanggan membeli produk farmasi di pasar obat di Jakarta, Indonesia, 21 Oktober 2022. Kementerian Kesehatan Indonesia dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) telah mengumumkan larangan semua sirup resep dan obat cair serta penjualan bebasnya setelah laporan 206 kasus gangguan ginjal akut dari 20 provinsi dengan jumlah kematian sedikitnya 99 anak pada tahun ini.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril menyarankan orang tua mewaspadai frekuensi dan jumlah buang air kecil pada anak untuk mencegah terjadinya gagal ginjal akut.

"Gagal ginjal ini ditandai dengan frekuensi buang air kecil dan jumlahnya. Biasa 12 kali sehari kemudian mendadak sedikit, lalu biasa banyak sekarang tidak," katanya dalam diskusi daring 'Misteri Gagal Ginjal Akut', Sabtu (22/10/2022).

Baca Juga

Syahril menjelaskan gagal ginjal akut dimulai dari gangguan ginjal yang disebabkan oleh terganggunya fungsi ginjal sebagai pusat metabolisme tubuh dan mengeluarkan urine atau buang air kecil sebagai sisa dari metabolisme. Jika gangguan ginjal berlanjut dan bahkan hingga tidak bisa buang air kecil, maka bisa berlanjut ke gagal ginjal akut.

"Ini yang menyebabkan banyak meninggal, ini terlambat karena begitu sudah terjadi gagal ginjal karena tidak bisa memproduksi urine, metabolisme susah karena rusaknya ginjal," ujarnya.

Kasus gagal ginjal ginjal akut merupakan kasus yang wajar terjadi pada anak akibat infeksi dan pendarahan. Kementerian Kesehatan mencatat kasus gagal ginjal biasanya hanya berjumlah satu-dua kasus per bulan, namun sejak akhir Agustus terdapat peningkatan yang signifikan dengan tingkat kematian 55 persen.

Data terakhir Kemenkes, sebanyak 133 meninggal akibat gagal ginjal akut dan 69 orang anak sudah sembuh dari gagal ginjal dengan diantaranya dibantu dengan cuci darah. Peningkatan kasus secara signifikan tersebut diduga kuat akibat kandungan etilen glikol dan dietilen glikol pada obat sirop anak yang melebihi ambang batas.

"Dari 11 kasus yang kita teliti, tujuh orang positif etilen glikol dan dietilen glikol yang memang bahan tersebut berbahaya untuk dikonsumsi. Kemudian diserahkan kepada BPOM dan BPOM sudah mengeluarkan lima obat yang mengandung bahan tersebut," ucapnya.

Kendati dari sebagian besar kasus gagal ginjal akut pada anak disebabkan oleh ditemukannya kandungan etilen glikol dan dietilen glikol, Kemenkes belum bisa menyimpulkan penyebab terjadinya peningkatan kasus gagal ginjal akut pada anak secara signifikan.

Hingga kini, Kemenkes masih melakukan penelitian lebih lanjut untuk menemukan faktor lain seperti faktor genetik dan sebagainya. Guna memitigasi kasus gagal ginjal akut, Kemenkes terus melakukan pengawasan di seluruh provinsi di Indonesia termasuk dengan memberikan sosialisasi dan edukasi kepada seluruh masyarakat dan tenaga kesehatan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement