Sabtu 17 Sep 2022 20:05 WIB

Kebiasaan Makan pada Malam Hari Berisiko Timbulkan Pradiabetes

Makan pada malam hari menyebabkan tubuh memproses gula dengan buruk.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Qommarria Rostanti
Kebiasaan makan pada malam hari meningkatkan risiko pradiabetes. (ilustrasi)
Foto: Pixabay
Kebiasaan makan pada malam hari meningkatkan risiko pradiabetes. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebelum didiagnosis mengidap diabetes, seseorang sangat mungkin mengalami intoleransi glukosa. Kondisi itu terjadi saat kadar gula dalam darah terpantau tinggi tetapi tidak cukup tinggi untuk diagnosis diabetes.

Intoleransi glukosa adalah tanda peringatan dini bahwa tubuh tidak lagi mampu menyerap gula dari aliran darah. Jika tidak diobati, intoleransi glukosa yang juga dikenal sebagai pradiabetes dapat dengan cepat berubah menjadi diabetes tipe 2.

Baca Juga

Gejala prediabetes termasuk rasa buang air kecil yang lebih sering, kelelahan, dan berat badan turun tanpa penyebab jelas. Gatal pada alat kelamin dan merasa sangat haus juga merupakan tanda-tanda pradiabetes.

Lantas, apa saja penyebab intoleransi glukosa? Sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal Science Advances menyebutkan bahwa kebiasaan makan pada malam hari dapat menjadi pemicunya.

Menurut para peneliti, makan pada malam hari berpotensi mengganggu jam tubuh dan menyebabkan tubuh memproses gula dengan buruk. Pada studi terbaru itu, tim periset secara khusus menganalisis kebiasaan makan para pekerja shift malam.

Pekerja yang terbiasa makan pada malam hari cenderung mengalami intoleransi glukosa, sementara mereka yang hanya makan pada siang hari tidak. Para peneliti mendapati pula bahwa para pekerja itu mengalami gangguan signifikan pada ritme sirkadian tubuh mereka.

Jam sirkadian yang dikendalikan oleh otak bertugas menyampaikan pesan ke tubuh untuk membantu mengatur aktivitasnya selama 24 jam penuh. Salah satu aktivitas itu adalah mencerna gula.

Ada pengaturan waktu dan ritme yang spesifik untuk setiap organ. Namun, ritme sirkadian dapat terganggu oleh berbagai faktor. Ketersediaan makanan, misalnya, bisa merusak ritme sirkadian pada organ pencernaan.

Dalam studi tersebut, peneliti membagi 19 pekerja shift malam yang sehat menjadi dua kelompok. Satu kelompok diminta makan selama melakukan shift malam, sedangkan yang lain makan pada siang hari. Jadwal kelompok kedua umumnya selaras dengan jadwal alami yang ditetapkan oleh ritme sirkadian tubuh.

Hasilnya, peserta yang makan di malam hari mengalami peningkatan kadar glukosa darah, sementara mereka yang makan hanya di siang hari tidak mengalami perubahan. Ini menyiratkan bahwa waktu makan yang terlambat bertanggung jawab atas intoleransi glukosa.

Salah satu penulis studi, Frank AJL Scheer, menyoroti kondisi spesifik dari sekian peserta yang diteliti. Peserta dengan gangguan terbesar pada sistem sirkadian juga menunjukkan penurunan toleransi glukosa terbesar.

Dia menjelaskan, makan pada malam hari juga mengurangi fungsi sel beta pankreas yang juga berdampak pada pemrosesan gula dalam tubuh. Sel beta memproduksi insulin, hormon utama yang memproses gula.

"Hasil ini menunjukkan bahwa waktu makan bertanggung jawab atas efek yang dilaporkan pada toleransi glukosa dan fungsi sel beta, mungkin karena ketidakselarasan 'jam' pusat dan periferal di seluruh tubuh," ujar Scheer.

Penelitian terdahulu yang terpisah telah mendukung hubungan antara masalah kadar gula darah dan makan pada malam hari. Sebuah studi observasional menemukan bahwa orang yang tidur pada siang hari dan makan pada malam hari memiliki risiko 60 persen lebih tinggi terkena diabetes tipe 2.

Tentunya, tidak semua orang bekerja shift malam. Para peneliti mengatakan orang yang berpotensi makan terlambat di malam hari antara lain orang yang mengalami jet lag, gemar begadang di akhir pekan, atau terbangun dan lapar, dikutip dari laman Express, Sabtu (17/9/2022).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement